Ditreskrimum Polda Metro Jaya membongkar klinik aborsi ilegal di Jalan Raden Saleh, Senen, Jakarta Pusat. Klinik tersebut sebenarnya punya izin resmi namun disalahgunakan untuk menjadi tempat aborsi.
Dalam kasus ini, polisi turut menangkap dan menetapkan 17 orang sebagai tersangka yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, tenaga medis, negosiator, penerima, dan hingga calon pasien yang berencana menggugurkan janinnya.
Pengungkapan kasus ini merupakan hasil pengembangan dari kasus pembunuhan WN Taiwan, Hsu Ming Hu di Bekasi beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, salah satu tersangka yakni SS yang merupakan dalang pembunuhan dihamili oleh korban Hsu Ming. SS kemudian menggugurkan kandungannya di klinik tersebut.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat mengatakan klinik tersebut telah beroperasi selama kurang lebih lima tahun.
Selama beroperasi, pasien yang ingin melakukan aborsi di klinik tersebut mencapai ribuan. Sebab, berdasarkan data klinik tersebut, ada 2.638 pasien terhitung selama kurun waktu Januari 2019 hingga 10 April 2020.
Tubagus menerangkan mekanisme praktik aborsi di klinik tersebut dimulai saat pasien menghubungi call center atau langsung datang ke lokasi. Namun, ada pula pasien yang membuat janji lebih dulu dan dijemput oleh petugas menuju ke klinik.
Setelahnya, akan dilakukan proses pendaftaran dan dilanjukan dengan pemeriksaan awal terhadap kondisi pasien.
"Dan selanjutnya ada tujuh step sampai dengan pelaksanaan aborsi. Itu adalah timeline pelaksanaan aborsi yang dilakukan di klinik tersebut," kata Tubagus, Selasa (18/8).
Klinik aborsi ilegal ini kemudian memusnahkan barang bukti berupa janin bayi dengan cara diberikan larutan. Setelah janin larut, lanjut dibuang ke dalam kloset.
Pratik aborsi di klinik tersebut dipatok dengan tarif bervariasi untuk tiap pasien berdasarkan usia janin.
Janin berusia 6-7 minggu dikenakan tarif sebesar Rp1,5 hingga Rp2 juta. Tarif janin berusia 8-10 minggu yakni Rp3 juta hingga Rp3,5 juta.
Kemudian, usia janin 10-12 minggu Rp4 juta hingga Rp5 juta. Terakhir, usia janin 15 hingga 20 minggu dikenakan tarif Rp7 juta hingga Rp9 juta.
Tubagus menyebut klinik tersebut meraup omzet hingga Rp70 juta tiap bulannya. Keuntungan tersebut kemudian dibagi-bagi ke pihak yang terlibat, mulai dari dokter aborsi hingga calo.
Jatah pembagiannya yakni 40 persen untuk dokter atau tenaga medis, 40 persen untuk calo, serta 20 persen untuk pengelola.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan klinik tersebut sebenarnya memiliki izin resmi, namun disalangunakan untuk melakukan pratik aborsi ilegal.
Klinik itu, lanjutnya, sering didatangi pasien yang memang ingin berkonsultasi masalah kehamilan.
"Klinik itu setiap hari ada untuk orang yang konsultasi masalah kehamilan, tetapi dia salahgunakan (izinnya)," ujarnya.
Saat penggerebekan, polisi turut menyita barang bukti antara lain uang Rp51,8 juta, satu unit mesin Ultrasonoghraphi, satu set alat USG, satu unit Electric Suction Apparatus, dua unit Electric Suction Apparatys, satu set kuretase, satu unit stetoskop dan lainnya.
Atas perbuatannya, 17 tersangka itu dijerat Pasal 299 KUHP dan atau Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A jo Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
(dis/osc)