Nelayan Tolak Reklamasi Makassar Ditangkap, Kapal Dikaramkan

CNN Indonesia
Senin, 24 Agu 2020 10:43 WIB
Nelayan penolak tambang pasir untuk keperluan reklamasi Makassar New Port ditangkap aparat, dikriminalisasi, dan kapalnya ditenggelamkan.
Ilustrasi pengerukan pasir untuk reklamasi. (Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia --

Penolakan terhadap tambang pasir untuk proyek reklamasi Makassar New Port, Sulawesi Selatan, yang didukung oleh kepolisian disebut memicu kriminalisasi terhadap nelayan pejuang lingkungan.

Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) mengatakan tiga nelayan ditangkap polisi dalam aksi terbaru guna memprotes pengerukan pasir pada Minggu (23/8).

"Minggu, 23 Agustus 2020, tiga nelayan ditangkap polisi dari polairud Polda Sulawesi Selatan dan kapal patroli dari Mabes Polri saat melakukan aktivitas mencari ikan di wilayah tangkapnya," ungkap Ahad, perwakilan dari ASP, melalui keterangan tertulis, Senin (24/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mulanya, Faisal, salah satu nelayan yang ditangkap, hendak memancing sekitar pukul 03.00 WITA, bersama nelayan lainnya. Pada 10.00 WITA, kapal penambang pasir milik PT Boskalis melakukan pengerukan pasir di sekitar lokasi pemancingan.

Kapal tersebut kemudian semakin mendekat ke lokasi nelayan tengah memancing. Namun, nelayan masih bertahan di lokasi mereka hingga berhadapan langsung dengan kapal tambang pasir.

Alhasil, alat tangkap berupa pancing milik nelayan terhisap kapal tambang pasir. Nelayan kemudian melakukan aksi protes dan menuntut kapal penambang tidak melakukan pengerukan pasir di lokasi pancing.

Aparat dari Dit Polairud Polda Sulsel dan kapal patroli Mabes Polri yang mengawal penambangan pasir meminta nelayan bubar dan menghentikan aksi. Mereka mendatangi lokasi aksi dengan satu kapal perang dan empat speedboat sekitar pukul 14.00 WITA.

"Saat nelayan melakukan protes, terjadi adu mulut dengan anggota kepolisian dari Polair Polda Sulsel. Salah satu nelayan didatangi dan diancam diborgol namun menolak," cerita Ahmad.

Aliansi Masyarakat Selamatkan Pesisir melakukan aksi penolakan program reklamasi pantai di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (25/10). Dalam aksinya, mereka menolak program pemerintah tentang reklamasi pantai karena dinilai akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan merugikan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/nz/15Aliansi Masyarakat Selamatkan Pesisir melakukan aksi penolakan program reklamasi pantai di Anjungan Pantai Losari, Makassar, 2017. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/nz/15)

Beberapa peluru pun diklaim sempat dilepaskan ketika aparat memaksa ingin menangkap nelayan namun mendapatkan penolakan.

"Dua perahu cadik (lepa-Lepa) nelayan ditenggelamkan dan satunya lagi dirusak oleh Pihak Dit Polairud Polda Sulsel," menurut Ahmad.

Empat nelayan kemudian ditangkap aparat. Satu orang nelayan berhasil lompat dari perahu polisi dan berenang menuju perahu nelayan lain. Ketiga nelayan tersebut langsung dibawa ke kantor Dit Polairud Polda Sulsel.

Ketika pihak keluarga hendak menemui nelayan yang ditangkap bersama tim penasihat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, ASP mengatakan, polisi tidak mengizinkan.

"Hal ini tentu merupakan bentuk tindakan menghalang-halangi hak untuk mendapatkan bantuan hukum yang seharusnya menjadi hak dari ketiga nelayan yang ditangkap," tambah mereka.

Untuk itu, ASP menuntut aparat kepolisian berhenti mengkriminalisasi nelayan dan membebaskan mereka. Dit Polairud Polda Sulsel juga diminta bertanggung jawab atas penenggelaman tiga kapal milik nelayan.

"Penangkapan nelayan yang menolak penambangan pasir di wilayah tangkap nelayan sangat berlebihan, apalagi penambangan tersebut dikawal oleh polisi, bahkan didatangkan dari Mabes Polri. Ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap nelayan," tuturnya.

Sobek Amplop

Sebelumnya, kasus kriminalisasi terhadap penolak penambangan pasir juga terjadi terhadap salah satu nelayan, Manre, yang ditahan dengan sangkaan tindak pidana perusakan mata uang yang pasal 35 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Infografis Anies dan reklamasi teluk JakartaFoto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan penangkapan ini bermula ketika Menre menerima amplop dari perusahaan penambang pasir. Ternyata didalam amplop tersebut terdapat uang. Namun ia merobek amplop tersebut sebagai simbol perlawanan terhadap penambang pasir.

"Kami menilai proses hukum dan penahanan terhadap Pak Manre tidak tepat dan berlebihan, merujuk rumusan pasal 35 ayat (1) UU Mata Uang dan kasus yang berhubungan dengan lingkungan, maka harusnya polisi melakukan penyelidikan lebih dalam kasus ini," kata Manre, melalui keterangan tertulis.

ICJR menjelaskan pasal tersebut mengharuskan ada unsur kesengajaan dalam aksi yang dilakukan tersangka. Dalam hal ini, aparat harus membuktikan unsur kesengajaan dalam aksi Menre.

Dalam hal ini, Menre mengaku tidak tahu bahwa di dalam amplop yang diterima berisi uang. Ia juga tidak bertujuan merendahkan kehormatan rupiah dengan merobek amplop tersebut.

Erasmus menilai aksi yang dilakukan nelayan seharusnya dilindungi hak kebebasan berpendapat dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal 66 UU tersebut mengatakan bahwa orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana atau digugat secara perdata.

Hal ini pun, katanya, semakin diperkuat dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/5K/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup (SK KMA 36/2013).

"Kami menilai bahwa pihak Kepolisian tidak peka dan hati-hati dalam menggunakan upaya paksa penahanan di masa pandemic saat ini, hal ini harus menjadi atensi langsung dari Kepala Kepolisian RI dan Presiden Joko Widodo," lanjutnya.

Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melakukan aksi damai di depan gedung Balai Kota, Jakarta, Rabu, 15 Juli 2020. Dalam aksinya, KIARA mendesak Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ubtuk mencabut Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas kurang lebih 35 hektar dan kawasan rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas kurang lebih 120 hektar. CNN Indonesia/Bisma SeptalismaPenolakan terhadap reklamasi oleh nelayan pun terjadi di Jakarta. Mereka menilai reklamasi mematikan sumber mata pencaharian sekaligus merusak lingkungan. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

CNNIndonesia.com telah berupaya menghubungi Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol Ibrahim Tompo untuk mengonfirmasi terkait kasus-kasus di atas namun belum mendapat jawaban.

Diketahui, Pemerintah menetapkan Makassar New Port sebagai salah satu proyek strategis nasional untuk mengembangkan Indonesia bagian timur. Pembangunannya dilakukan dengan reklamasi. Dalam prosesnya, perlu ada penggalian pasir.

Walhi Sulsel izin tambang pasir itu merambah daerah-daerah tangkapan ikan nelayan di perairan Copong Lompo, Bone Ma'lonjo, Ponto-pontoang, Lambe-lambere, yang masuk kawasan Pulau Sangkarrang dan Pulau Kodingareng. Para nelayan pun melakukan perlawanan.

(fey/svh/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER