Anggota Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah memaparkan data yang menunjukkan Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi daerah penyumbang kasus positif virus corona (covid-19) sekaligus angka kematian tertinggi di Indonesia.
Hal itu terlihat dari data pemaparan peringkat 40 besar kabupaten/kota di Indonesia dengan jumlah kasus dan jumlah kematian tertinggi. Dari data itu, Kota Surabaya menduduki posisi pertama dalam dua kategori ini.
Kendati demikian, Dewi tidak memberi detail data secara gamblang terkait besaran jumlah kasus dan jumlah kematian akibat covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Dewi turut membandingkan bahwa dari 40 daerah dengan kasus positif tertinggi di Indonesia, mayoritas didominasi perkotaan daripada Kabupaten.
"Jadi ternyata dari 40 kabupaten/kota penyumbang kasus tertinggi di Indonesia, ternyata 28 nya atau sekitar 70 persen berasal dari Perkotaan," kata Dewi di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (26/8).
Dari peringkat itu, jika dilihat lebih lengkap, dua kabupaten di Jawa Timur, yakni Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik masuk dalam kategori 20 peringkat teratas.
"Peringkat 9 ada Sidoarjo dan peringkat 12 ada Gresik. Ini juga harus kita evaluasi nih ada apa di sana kok sehingga kasus kumulatif cukup tinggi, bahkan mengalahkan perkotaan lain di Indonesia," tutur dia.
Sedangkan untuk peringkat 40 besar kasus kematian akibat covid-19 di Indonesia, 55 persen perkotaan, dan 45 persen kabupaten.
Kemudian, jika dilihat secara keseluruhan berdasarkan data dari 98 kota dan 416 kabupaten di Indonesia, kasus positif covid-19 di perkotaan menyumbang 65 persen, sementara 35 persen sisanya berasal dari kabupaten.
"Jumlah meninggal kabupaten lebih rendah di angka 4,4 persen, sedangkan di perkotaan 4,54 persen. Dan angka kesembuhan di perkotaan mencapai 68 persen, sedangkan di kabupaten sudah lebih tinggi yakni 72 persen," imbuhnya.
Dewi mengatakan tingginya angka kasus aktif dan kematian di perkotaan bisa jadi disebabkan oleh tingginya mobilitas dan aktivitas di warganya. Sehingga memungkinkan terjadi penularan virus dari orang ke orang karena mobilitas yang tinggi.
"Kita melihat memang ini semua kota, mobilitas di perkotaan tinggi, aktivitas tinggi, maka mungkin ada penularan, tetap jaga protokol kesehatan agar tidak terjadi penularan dan jangan sampai bertambah kasus aktifnya," jelas Dewi.
(kha/osc)