28 Paslon Tunggal Pilkada, Buntut Pragmatisme Parpol

CNN Indonesia
Senin, 07 Sep 2020 15:09 WIB
Sejauh ini ada 28 daerah yang berpotensi melaksanakan pilkada namun hanya diikuti satu pasangan calon, melawan kotak kosong.
Ilustrasi. (Foto: CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Fenomena memborong dukungan partai politik oleh pasangan calon dalam Pilkada Serentak 2020 terjadi di sejumlah daerah. Setidaknya ada 28 daerah yang berpotensi hanya memiliki satu paslon sehingga akan melawan kotak kosong.

Misalnya di Pilwalkot Semarang, pasangan Hendrar Prihadi-Hevearita Gunaryanti mendapat dukungan dari PDIP, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, NasDem, PSI, Golkar dan PKS.

Terjadi pula di Pilbup Kediri, Jawa Timur. Paslon Hanindhito Himawan-Dewi Mariya didukung oleh PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, NasDem, PKS, PPP, PAN dan Demokrat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contoh lain terjadi di Pilwalkot Magelang, Pilwalkot Gunung Sitoli, Pilbup Pasaman, Pilwalkot Balikpapan, Pilwalkot Kutai Kartanegara, Pilbup Gowa, Pilbup Asmat, serta Pilbup Yalimo dan beberapa daerah lainnya.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai fenomena memborong dukungan parpol, terutama oleh paslon petahana, dilakukan karena ingin menutupi kinerja buruknya selama ini.

"Ada juga dugaan petahana memborong dukungan untuk menutupi kinerja dan performanya yang tidak terlalu bagus sehingga riskan dipersoalkan masyarakat saat berhadapan dengan calon penantang yang bisa menggunakan isu itu untuk mendapatkan dukungan dan simpati pemilih di pilkada," ucap Titi saat dihubungi, Minggu (6/9).

"Jadi buruk kinerja, dukungan partai diborong," tambahnya.

Ada beberapa faktor lain yang membuat paslon memborong dukungan dan parpol. Pertama, yakni syarat pencalonan yang terbilang berat bagi parpol.

Dalam UU Pilkada, ada syarat kepemilikan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suarah sah dari pemilu DPRD. Dengan demikian, tidak semua parpol bisa mengusung calon sendiri.

"Mereka yang tidak sampai kursi atau suaranya harus berkoalisi dengan parpol lain, dan membangun koalisi ini tidak mudah," kata Titi.

Kedua, mengenai kaderisasi di level parpol yang tidak maksimal. Titi mengatakan selama ini parpol cenderung melakukan penjaringan bakal di waktu yang mepet. Tidak dari jauh hari.

Terlebih, selama ini parpol kerap mengandalkan anggota DPR, DPD atau DPRD untuk diusung menjadi calon kepala daerah. Sejak Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa anggota legislatif harus mundur jika ingin ikut pilkada, maka parpol semakin kesulitan mencari kader untuk diusung.

"Karena banyak legislator yang enggan mundur apalagi kalau peluang keterpilihan mereka rendah," ujar Titi.

Ketiga, pragmatisme partai untuk memastikan kemenangan sejak awal. Titi menjelaskan bahwa keberadaan calon tunggal lebih memerikan jaminan kemenangan ketimbang mengusung calon.

Catatan Perludem, telah ada 28 paslon yang melawan kotak kosong sejak pilkada 2015 hingga 2018. Hanya ada satu paslon yang kalah melawan kotak kosong, yakni di Pilwalkot Makassar pada 2018 lalu.

Keempat, partai politik cenderung pragmatis untuk mendapat keuntungan. Parpol lebih memilih ramai-ramai mendukung paslon yang sangat potensial menang ketimbang mengusung calon penantang.

"Daripada maju lalu kalah melawan petahana atau calon yang bermodal kuat, maka lebih baik membangun kongsi politik dengan memberikan dukungan kepada calon tersebut serta berharap ada konsesi atau insentif politik yang bisa didapat," imbuh Titi.

Kelima, syarat yang berat bagi calon perseorangan atau independen. Mereka yang ingin maju tanpa dukungan parpol harus mendapat dukungan dari 6,5 hingga 10 persen jumlah pemilih.

KPU sendiri bakal membuka masa pendaftaran kembali di daerah-daerah yang baru memiliki satu paslon. Perpanjangan masa pendaftaran bakal berlaku selama tiga hari.

"Ini belum final ya. Karena untuk daerah yang terdapat satu bakal pasangan calon, KPU akan melakukan atau membuka pendaftaran kembali," ujar Ketua KPU RI Arief Budiman dalam konferensi pers daring, Senin dini hari (7/9).

Partai politik diperkenankan mengubah koalisi jika ingin mengusung paslon baru demi menghindari paslon tunggal. Akan tetapi, jika memang tidak ada perubahan koalisi, maka tahapan pilkada akan dilanjut dengan hanya satu pasangan calon.

(bmw/ugo)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER