Anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan, meminta Kejaksaan Agung memanggil orang-orang lama di OJK saat masih bernama Bapepam-LK untuk mengembangkan kasus korupsi dan pencucian uang PT Asuransi Jiwasraya.
"Orang-orang OJK harus dipanggil. Mereka seharusnya tahu soal kasus ini dan juga mereka melakukan pengawasan jika ada produk asuransi akan dikeluarkan oleh sebuah perusahaan," kata Trimedya dalam keterangan resminya, Jumat (11/9).
Trimedya mengatakan Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) kini tengah melakukan penyelidikan baru atas pelbagai temuan dari kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyelidikan itu, kata dia, menemukan ada nama pengusaha nasional Rosan dan Dirjen Kekayaan Negara, Isa Rachmatarwata, yang saat itu pernah menjadi Kabiro Perasuransian di Bapepam-LK.
"Mereka yang diduga tahu atau terlibat, juga beririsan pada keluarnya produk JS Saving Plan Jiwasraya yang bermasalah," kata Trimedya.
Trimedya menjelaskan bahwa Isa pernah menjadi pejabat yang memberikan izin manajemen Jiwasraya untuk melakukan Reasuransi dan Revaluasi Aset saat menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam LK periode 2006 hingga 2013. Hal itu ditemukan dalam laporan keuangan periode 2008 hingga 2012.
Di periode yang sama, lanjut Trimedya, Isa memberikan izin penerbitan produk JS Saving Plan yang menjadi sumber masalah keuangan Jiwasraya. Produk ini, kata dia, memberikan bunga tetap tinggi antara 9 persen hingga 14 persen demi menutup utang besar Jiwasraya lewat skema prinsip ponzi.
Saat proses Bapepam LK berganti nama menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2012-2013, posisi Isa digantikan Firdaus Djaelani.
Trimedya khawatir perkara Jiwasraya tidak selesai. Jika tak rampung, dampak yang ditimbulkan bisa sangat besar, mengingat mayoritas nasabah perusahaan asuransi pelat merah itu adalah pemegang polis dana pensiun.
"Dampak sosialnya sangat besar. Mereka orang-orang kecil, yang simpan dananya bertahun-tahun berharap dapat uang di hari tua. Kebayang kalau itu tidak bisa dibayarkan," kata Trimedya.
Trimedya pun mendesak agar Kejaksaan Agung bisa cepat tanggap melihat banyak kemungkinan kasus ini tidak diselesaikan. Terlebih lagi, para terdakwa yang tengah berperkara sering memberikan pernyataan yang melawan praduga dari tuntutan jaksa.
"Terdakwa ini udah ngoceh-ngoceh tuh. Bagaimana Kejaksaan Agung menanggapi itu? Kejaksaan Agung harus bisa ambil fakta persidangan, seperti yang biasa KPK lakukan. UU Kejaksaan pun tengah dikebut. Nantinya Kejaksaan Agung akan punya kekuatan yang super," tuturnya.
Jiwasraya menjadi sorotan sejak dua tahun lalu akibat kasus gagal bayar terhadap klaim nasabah dengan total sekitar Rp802 miliar pada 2018 dan membengkak menjadi Rp12,4 triliun pada akhir 2019.
Kondisi itu terjadi karena likuiditas 'seret' perusahaan. Perusahaan pun harus menunda pembayaran klaim hingga akhirnya mendapat kecaman dari para nasabahnya.
Di sisi lain, masalah juga muncul karena asuransi BUMN itu menempatkan investasi pada saham-saham 'gorengan'. Salah penempatan ini membuat perusahaan rugi mencapai Rp10,4 triliun.
Kini, Kementerian BUMN menunjuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) untuk mengambil alih portfolio bisnis PT Asuransi Jiwasraya. Tujuannya, demi memenuhi kewajiban kepada 4 juta pemegang polis yang terseret kasus gagal asuransi jiwa pelat merah itu.
(rzr/has)