Blokir Medsos, Elsam Ingatkan Kominfo Tak Bertindak Eksesif

CNN Indonesia
Kamis, 22 Okt 2020 02:05 WIB
ELSAM mengingatkan Kominfo untuk membuat aturan pemblokiran media sosial yang berpotensi menjadi tindakan eksesif (melampaui ketentuan).
Ilustrasi media sosial. (Foto: LoboStudioHamburg/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menilai langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk membuat aturan pemblokiran media sosial (medsos) berpotensi menjadi tindakan yang eksesif atau melampaui ketentuan.

Peneliti Elsam, Miftah Fadhil menyatakan aturan pemblokiran medsos yang diwacanakan Kominfo itu sebenarnya masih belum jelas batasannya, apakah pemblokiran dilakukan terhadap konten, platform medsos atau akses jaringan terhadap medsos itu.

"Kalau yang dimaksud memblokir media sosial itu maksudnya adalah memblokir platform maupun jaringannya, ini sangat berbahaya karena berpotensi tindakan pemerintah akan eksesif," kata Miftah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (21/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belajar dari kebijakan internet shutdown Papua yang diputus tidak sah PTUN beberapa waktu lalu, dan menghambat akses masyarakat tidak terhadap informasi," imbuh dia.

Lebih lanjut, ia menyatakan jika wacana pemblokiran itu adalah terhadap konten, maka hal itu akan berpotensi melanggar kebebasan masyarakat dalam berekspresi dan berpendapat di internet.

"Menurut saya, memblokir konten di media sosial itu harus sangat hati-hati karena berdampak pada pembatasan dan pelanggaran kebebasan berekspresi dan berpendapat di internet," ujar dia.

Ia menjelaskan, terkait pemblokiran konten negatif, sebenarnya telah diatur dalam Permenkominfo Nomor 19 tahun 2014. Namun, kata dia, pelaksanaan serta akuntabilitas aturan tersebut sangat kacau.

"Banyak konten-konten yang menjadi salah sasaran pemblokiran," ucap dia.

Alih-alih membuat aturan baru, ia justru meminta pemerintah untuk memperkuat mekanisme akuntabilitas dan transparansi dari penerapan instrumen aturan yang sudah ada.

"Kalau kita lihat, wacana permenkominfo ini dibuat untuk membatasi orang melakukan kritik terhadap kinerja pemerintah dengan dalih hoaks. Wacana ini muncul setelah protes besar-besaran terkait omnibus law, tentu bisa kelihatan motifnya apa," ucap dia.

Dihubungi terpisah, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Ika Ningtyas menyatakan, jika memang pemerintah ingin membuat aturan pemblokiran medsos, hendaknya melibatkan partisipasi publik.

"Setiap kebijakan apapun yang menyangkut dampak pada pengguna internet harus melibatkan partisipasi publik. Karena media sosial itu menyangkut banyak kepentingan mulai pelayanan publik, akses terhadap informasi dan ekonomi," kata dia.

Sebelumnya, Kemenkominfo mengatakan akan menyiapkan Peraturan Menteri (Permen) yang akan mengatur dengan jelas tahapan pemblokiran media sosial.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel A. Pangerapan menjelaskan Permen itu akan membahas soal sanksi administratif dan kejelasan hukum dalam pemblokiran media sosial.

"Apalagi kita nantinya akan ada permen baru di mana tahapannya lebih jelas dan sebelum melakukan pemblokiran itu ada tahapan dikenakan sanksi administratif seperti denda. Itu akan memberikan efek jera dan nanti akan lebih jelas aturannya yang mana," kata Semuel dalam konferensi virtual, Senin (19/10).

(yoa/evn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER