Menteri Agama Fachrul Razi mengakui tak puas terhadap sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring atau online di sekolah umum dan madrasah di masa pandemi Covid-19. Ia pun mengeluhkan keterbatasan akses internet dan listrik.
Hal itu ia sampaikan saat menggelar pertemuan dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan pimpinan organisasi masyarakat Islam di Istana Wakil Presiden, Jumat (18/7).
"Banyak hal di bidang sekolah misalnya, terus terang aja, kita semua belum puas dengan belajar online. Banyak celah-celahnya sehingga anak-anak kita belum menerima pelajaran dengan utuh," kata Fachrul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Fachrul menyatakan tak maksimalnya belajar secara daring disebabkan oleh akses internet yang tidak merata di seluruh pelosok Indonesia.
Ia bahkan menyebut Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate sempat melaporkan data kepada Ma'ruf Amin bahwa masih ada 11 ribu desa di Indonesia yang belum terjangkau internet.
"Dari aspek jangkauan itu saja kita tahu sudah pasti akan ada banyak yang belum menerima pelajaran dengan baik," kata Fachrul.
Sebelumnya, Fachrul sempat mencatat ada 11.998 madrasah di Indonesia yang masih belum terjangkau oleh akses jaringan listrik. Bahkan ada 13.793 madrasah belum mendapat akses internet.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dedi Supandi mengakui ada sekitar 1.300 titik buta atau blank spot internet di sejumlah wilayah di Jabar. Alhasil, kegiatan belajar mengajar (KBM) secara luar jaringan (luring) alias tatap muka lebih dipilih ketimbang metode dalam jaringan (daring).
![]() |
Adapun 1.300 titik itu berada di daerah utara dan selatan Jabar, seperti di Sukabumi selatan, Cianjur selatan hingga Garut selatan.
"Rata-rata blank spot memang berada di kawasan hutan. Jadi mau operator apapun juga tidak akan ada sinyal di daerah itu," ucap Dedi saat jumpa pers di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (16/7).
KBM pun, kata dia, dilakukan dengan menggunakan modul pembelajaran yang sudah disiapkan Disdik. Pihaknya mengirimkan modul itu lewat PT Pos ke setiap rumah siswa.
"Untuk itu kita bekerjasama dengan PT Pos untuk mendistribusikan modul tersebut," katanya.
Dalam rangka memfasilitasi para murid melakukan pembelajaran, guru terdekat dari rumah siswa melakukan proses KBM secara luring. Mereka akan berkumpul di satu tempat secara bersamaan dengan beberapa murid lainnya untuk kemudian belajar sesuai buku modul.
Jika tidak, siswa akan datang ke desa yang memiliki sinyal internet atau televisi, kemudian belajar dari sana.
Gagap PJJ
Terpisah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan Retno Listyarti menilai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim tak punya aksi nyata dalam mengatasi masalah pembelajaran di tengah pandemi Covid-19.
"Kami lihat Kemendikbud gagap menghadapi PJJ, dan nyaris tidak terlihat punya aksi nyata untuk intervensi kepada guru dan sekolah agar potensi ketimpangan pembelajaran di kalangan siswa tidak melebar," ujar dia melalui konferensi video, Jumat (17/7).
![]() |
Menurutnya, sejumlah kebijakan Nadiem tak menyelesaikan permasalahan PJJ. Misalnya, terkait relokasi dana bantuan operasional sekolah afirmasi dan kinerja untuk sekolah terdampak Corona.
Penerapannya, kata dia, bisa jadi tak tepat sasaran karena tidak didahului dengan pemetaan kebutuhan sekolah dan siswa di lapangan.
"Tapi kan [kebijakan ini dilakukan] tanpa data. Akhirnya tidak menjawab persoalan. Bahkan berpotensi tidak tepat sasaran. Karena tidak ada pemetaan. Masalahnya di guru atau di siswa? Kebutuhan alat atau gimana?," ungkapnya.
Retno mengatakan pemetaan sekolah yang tak bisa melakukan pembelajaran daring seharusnya dilakukan sebelum tahun ajaran baru dimulai. Data ini lalu dipakai Kemendikbud sebagai acuan pembuatan kebijakan dan evaluasi PJJ.
"Di era digital, di saat menterinya sebenarnya hebat di ranah digital harusnya ada perubahan. Tapi justru tidak terjadi intervensi. Akhirnya ketimpangan pembelajaran di siswa disparitasnya melebar," ujar Retno.
Sebelumnya Nadiem menyatakan setidaknya 94 persen sekolah masih melakukan PJJ di tahun ajaran 2020/2021.
Menangani keterbatasan akses dan infrastruktur, Kemendikbud membuat program belajar melalui televisi dan radio. Namun ini belum menyentuh kalangan siswa yang tidak memiliki akses listrik.
Soal penyediaan jaringan internet, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid menyebut pihaknya sudah mengusulkan itu ke Kominfo.
![]() |
"Usulan ke Kominfo selalu diajukan setiap tahun di daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan)," ucapnya, lewat pesan singkat, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Direktur Layanan Aplikasi dan Informatika Pemerintahan Kominfo Bambang Dwi Anggono mengaku sudah menyediakan 150 ribu akses internet berbagai metode dan jaringan, seperti fiber optik hingga 4G, untuk mempermudah PJJ.
"Namun, memang masih punya PR buat yang tidak terjangkau sama fiber optik dan 4G. Akan ada juga Satelit Satria yang bisa menjangkau seluruh warga nantinya," kata dia, dikutip dari Antara.
Pihaknya juga mengaku sudah melakukan komunikasi dengan para operator seluler agar memberikan keringanan pembiayaan internet.
"Kita telah terima laporan dari para operator seluler. Mereka mengatakan sudah beri diskon Rp1,9 triliun per bulan untuk para pengguna internet. Tapi, memang tidak mencukupi dengan kondisi mendadak pandemi ini," klaimnya.
Selain akses internet, Bambang pun menyoroti masalah ketersediaan perangkat atau gadget yang mampu menunjang PJJ para siswa yang belajar dari rumah.
"Untuk gadget, kami kerja bersama dengan Kementerian Perdagangan, Bea Cukai, untuk pastikan barang-barang yang masuk di Indonesia bisa terjangkau," kata dia.
(fey/hyg/rzr/arh)