Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan pihaknya tidak bisa mendiskualifikasi peserta Pilkada Serentak 2020 yang melanggar protokol pencegahan virus corona (Covid-19).
Menurutnya, tidak ada landasan hukum yang mengatur diskualifikasi paslon karena melanggar protokol Covid-19. Diskualifikasi bisa dilakukan jika diatur undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terlebih dahulu.
"Tidak bisa, kecuali aturannya dibuat undang-undang, dibuat perppu (mengatur) diskualifikasi, kita diskualifikasi," kata Bagja dalam diskusi daring, Kamis (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam undang-undang yang ada, kata Bagja, Bawaslu hanya bisa mendiskualifikasi paslon karena tiga alasan. Pertama, paslon terbukti melakukan politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Lalu paslon petahana melakukan mutasi jabatan enam bulan sebelum pemilihan tanpa izin menteri. Ketiga, paslon petahana membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun daerah lain. Diatur dalam UU No. 6 tahun 2020.
Bagja mengatakan saat ini kewenangan Bawaslu terbatas. Misalnya terkait pelanggaran protokol Covid-19 pada masa pendaftaran, Bawaslu hanya bisa memberi rekomendasi sanksi kepada KPU atau kepolisian.
"Meneruskan pidana ke kepolisian. Kemudian rekomendasi Bawaslu kepada KPU untuk mengingatkan bapaslon yang ada. Itu mitigasi seauai kewenangan Bawaslu," ucap dia.
Sebelumnya, Bawaslu mencatat 316 bakal pasangan calon di 243 daerah melakukan pelanggaran protokol Covid-19 selama masa pendaftaran Pilkada Serentak 2020. Sejumlah pihak mengusulkan diskualifikasi untuk para pelanggar.
Kemendagri juga berusaha menerapkan sanksi, tapi terbatas pada bapaslon petahana. Sebanyak 72 bakal calon petahana hanya diganjar sanksi teguran.
Usul diskualifikasi bagi peserta pilkada pernah disampaikan Wakil Ketua MPR fraksi PPP Jazilul Fawaid. Menurutnya, lebih baik ada sanksi diskualifikasi ketimbang pilkada ditunda.
"Kita tahu kendalanya, Covid-nya yang dihindari, bukan pilkada-nya ditunda. Kalau [pelanggaran] itu membahayakan, bisa itu [didiskualifikasi] dilakukan, tergantung kesepakatan aturan dibuat. Kalau saya, ditegasi saja. Saya setuju diskualifikasi jika terbukti membahayakan," kata dia, ditemui di Kendari, Jumat (11/9).