Malam semakin larut. Gie (34), seorang tenaga kesehatan (nakes) Covid-19 di Poli Pinere RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, masih terjaga. Insomnianya makin akut. Perempuan dua anak itupun terpaksa mengonsumsi obat tidur untuk sekadar terlelap.
Ia terkadang berharap saat bangun esok pagi semua tentang pandemi ini hanya mimpi. Namun, saat ia bangun kenyataan pedih itu kembali dirasakannya; beban kerja, terpisah dari anak, hingga kondisi empat orang terdekatnya yang terpapar Covid-19.
"Pertama adik saya positif (Covid-19), lalu ibu saya, adik saya satu lagi positif, dan anak [laki-laki] saya juga positif," kata Gie, pertengahan September, dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di RSUD Arifin Achmad, Gie menangani uji cepat (rapid test) dan uji usap (swab) Covid-19 di fasilitas kesehatan milik Pemerintah Provinsi Riau.
Tugas rutinnya membuat dia bak satu tubuh dengan baju pelindung diri alias hazmat dua rangkap, masker medis, dan sarung tangan berlapis-lapis.
Setiap hari ia melayani puluhan pasien baru, kontak erat pasien terkonfirmasi, hingga orang-orang yang memerlukan tes Covid-19 untuk kerja ke luar daerah.
Malam itu, dengan masih mengenakan gaun operasi dan masker medis, Gie duduk di tangga ruang Poli Pinere. Ia menghubungi ibunya lewat panggilan video. Ibundanya terlihat dari layar masih mengenakan masker di ruang isolasi.
Setelah setengah bulan lebih, ibu dan adik lelaki Gie masih juga positif Covid-19. Sedangkan anak lelaki dan adiknya yang perempuan sudah sembuh. Adik lelakinya punya riwayat jantung, sedangkan ibunya sudah berusia lanjut.
"Carikanlah Mama kamar di Rusunawa, kasihan banyak yang antre di bawah lebih butuh dari Mama," ujar sang ibunda, lewat sambungan panggilan video.
Setelah sempat menolak, akhirnya Gie berjanji mengabulkan permintaan ibunya. Ia mengatakan ibunya merasa kondisinya stabil dan memilih dipindahkan ke Rusunawa Pekanbaru. Rumah susun sewa itu sekarang memang digunakan untuk mengisolasi pasien Covid-19 dengan gejala ringan dan orang tanpa gejala.
"Dokter juga sudah setuju dan memberi surat rekomendasi, saya cuma tak mau Mama stres," katanya.
Gie mengakui Covid-19 membuat perubahan pola pikir orang tuanya terhadap penyakit mematikan itu. Sebelumnya, kata dia, mereka, seperti banyak masyarakat lainnya, cenderung menyangkal keberadaan Covid-19. Padahal ia sendiri sudah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
Selain itu, ibunya juga sudah melihat langsung pasien-pasien Covid-19 di rumah sakit dengan kondisi lebih parah yang terus bertambah dan tidak bisa segera ditangani karena ruang isolasi penuh.
"Biar di Rusunawa saja, saya yakin Mama bisa. Kalau di ruang Pinere nanti dia tambah stres karena orang ada gejala semua," kata Gie.
Mantan Takut Corona
Akhir Agustus, Gie merasa ada firasat tak bagus saat melihat adik perempuannya datang ke rumah orang tua mereka sambil bersin-bersin. Adiknya itu juga bekerja di RSUD Arifin Achmad, meski tidak menangani pasien Covid-19.
![]() |
"Saya bilang jangan masuk rumah, di luar saja nanti takutnya Covid. Dia enggak masuk rumah, hanya ambil sambal (lauk) doang dari pagar. Senin dia swab, hasil positif," ungkapnya.
Keluarganya kemudian menjalani tes. Gie negatif, namun tidak dengan keluarganya. Anak laki-lakinya, dua adik, dan ibu Gie terkonfirmasi Covid-19. Hanya ayah dan anak perempuannya yang dinyatakan negatif.
Saat itu Gie panik. Ia segera mengungsikan anaknya yang sehat dari rumah orang tuanya, karena hasil uji swab ayahnya belum keluar. Sempat ia mengontak mantan suaminya untuk membantu menjemput anak mereka. Namun, sang mantan ketakutan.
"Malam itu saya hubungi mantan laki saya, minta tolong jemput karena mobil saya masuk bengkel. Dia enggak mau, takut tertular," cetusnya.