Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah menjawab berbagai tudingan yang menyebut dirinya melanggengkan dinasti politik setelah mengutarakan dukungan untuk keluarga Presiden Joko Widodo di Pilkada Serentak 2020.
Partai Gelora mendukung putra dan mantu Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution yang maju di Pilkada Solo dan Medan. Fahri pun mengakui pernah menyarankan Gibran untuk tidak masuk lingkar kekuasaan. Saat itu, alasan Fahri, reputasi Jokowi akan buruk jika Gibran masuk kekuasaan. Kini sikapnya bertolak belakang.
"Itu nasihat setahun lalu: Gelora belum ada. Pilkada belum ada. Gibran belum maju. Setahun kemudian: Gelora ada. Pilkada sah mulai. Gibran sudah maju. Masak dilarang," tulis Fahri dalam akun Twitter resmi @Fahrihamzah seperti dikutip CNNIndonesia.com, Sabtu (19/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri mengakui ada perubahan soal dukungannya terhadap Gibran. Namun pendapatnya tentang dinasti politik tetap sama.
Mantan Ketua DPR RI itu bilang tak mendukung dinasti politik. Di saat yang sama, Fahri menegaskan tak ada dinasti politik di negara demokrasi. Sebab dinasti politik adalah pewarisan kekuasaan berdasarkan keturunan.
"Dalam tradisi dinasti, pewaris kerajaan tidak mengambil risiko kalah menang. Dalam pilkada, peserta pilkada punya peluang kalah dan menang. Calon mengambil risiko. Tapi biar saja orang mengambil risiko. Anak Pak Jokowi dan anak Pak Ma'ruf mengambil risiko. Bagus dong," cuit Fahri.
Sejak Jumat (18/9) malam, Fahri membuat serangkaian cuitan terkait dinasti politik. Ia bahkan sempat berdebat dengan Said Didu di Twitter. Nama Fahri juga masuk ke jajaran topik terpopuler (trending topic) karena banyak warganet ikut dalam pro-kontra tersebut.
Salah satu pemantiknya adalah pernyataan Fahri tentang dinasti politik. Dia yang terkenal sebagai oposisi di periode pertama pemerintahan Jokowi, menyatakan dukungan Gelora terhadap Gibran dan Bobby bukan cermin dukungan terhadap dinasti politik.
"Dalam negara demokrasi tidak akan terjadi dinasti politik, sebab kekuasaan demokratis tidak diwariskan melalui darah secara turun temurun. Tapi dia dipilih melalui prosesi politik, orang yang masuk prosesi politik itu, belum tentu menang dan belum tentu juga kalah," ujar Fahri dalam keterangan tertulis, Jumat (18/9).
(dhf/wis)