RS Darurat Kekurangan Dokter, IDI Diminta Tambah Personel

CNN Indonesia
Senin, 21 Sep 2020 14:54 WIB
RSD Wisma Atlet telah meminta ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk menambah dokter yang bertugas menangani pasien Covid-19.
Seorang tenaga kesehatan berjalan di area Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, di Jakarta, Rabu (16/9). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta, CNN Indonesia --

Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 meminta bantuan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk menambah jumlah dokter yang tersebar di seluruh Rumah Sakit Darurat Covid-19 tanah air. Upaya ini dilakukan guna menyeimbangkan proporsionalitas jumlah dokter dengan pasien covid-19 yang dirawat.

Kepala Bidang Koordinator Relawan Medis Satgas Covid-19 Jossep F William menyebut, kondisi kekurangan dokter terjadi seiring dengan bertambahnya pasien covid-19 tanpa gejala atau OTG yang menjalani karantina mandiri, seperti yang dilakukan di RSD Wisma Atlet Jakarta, hingga RSD Batam di Kepri.

"Di semua lokasi dokter memang kurang, dan perawat juga sudah mulai kecapekan, di Rumah Sakit Darurat seluruh Indonesia. Bukan hanya di Jakarta, ada RS Galang, termasuk di daerah-daerah juga," kata Jossep saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (21/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita meminta ke IDI untuk penambahan tenaga dokter yang bertugas," imbuhnya.  

Sebab, pemenuhan kebutuhan tenaga medis di setiap rumah sakit darurat maupun rujukan covid-19 ini sangat vital. Jossep menyebut, idealnya seorang perawat dalam kesehariannya merawat sepuluh orang pasien, kemudian seorang dokter merawat lima puluh pasien.  

"Kalau dokter tidak boleh lebih dari 1:50, satu dokter memegang lima puluh pasien, tidak boleh lebih," kata Jossep.

Jossep memaparkan kondisi relawan tenaga medis di seluruh Indonesia berdasarkan data terakhir per Jumat (11/9). Tercatat sebanyak 505 dokter umum terdaftar menjadi relawan, kemudian dokter spesialis dan dokter gigi masing-masing sebanyak 25 orang.

Kemudian ada pula perawat yang berjumlah 2.563 orang, asisten perawat 278 orang, bidan 825 orang, serta psikolog dan konseling sebanyak 167 orang. Ada pula epidemiolog, teknisi laboratorium, apoteker hingga mahasiswa kesehatan.

Bila dijumlahkan, total sebanyak 6.721 orang tergabung sebagai relawan medis, dan 24.754 lainnya terdaftar sebagai relawan nontenaga medis. 

Kendati demikian, Jossep tak menjelaskan secara detail jumlah RS darurat dan RS rujukan covid-19 di Indonesia.

"Belum rekap ya, karena RS daruratnya tersebar dan support-nya dari nasional dan daerah. Ini pengumpulan data yang agak ribet," kata Jossep. 

"Data dokter relawan yang tersedia sudah sangat menipis dan sangat sedikit. Sekarang sebagian besar dari relawan mendukung RS Darurat, ada beberapa yang di tempatkan di RS Rujukan, tapi tidak terlalu banyak," imbuhnya. 

Menurut keterangan Jossep, RS Rujukan adalah RS yang ada dan ditunjuk oleh pemerintah untuk menangani Covid-19, yang mana mereka telah memiliki tenaga kesehatan yang sudah tetap. 

Sedangkan RS Darurat adalah RS yang dibuat dan didirikan dalam rangka menangani Covid19, dan belum memiliki pekerja yang tetap baik dari tenaga kesehatan ataupun juga dari tenaga pendukung lainnya seperti tenaga administrasi maupun tenaga yang mendukung operasional RS.   

Oleh sebab itu, tak hanya dari IDI, Jossep juga tengah mengupayakan dan terus mengajak para relawan dari seluruh penjuru tanah air untuk bergabung. Mulai dari tenaga profesional hingga para teman sejawat yang masih menjalani program pendidikan dokter.

Merespons fenomena ini, Jossep pun dengan tegas meminta kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan secara serius. Sebab, penambahan jumlah pasien secara terus menerus dengan jumlah tak sedikit ditakutkan akan membuat sistem kesehatan di Indonesia ambruk.

"Semua sistem yang ada di kita akan ambruk, karena overwhelmed sistem kesehatan kita. Meskipun sekarang ini kita masih tahan, hanya pertanyannya sampai kapan kita masih tahan ini," kata dia.

Jossep kembali menegaskan, bahwa nasib sistem kesehatan Indonesia ke depannya bergantung akan pola perilaku masyarakat. Saat ini masyarakat harus memiliki kesadaran pribadi dan penuh soal menerapkan imbauan pemerintah soal protokol kesehatan yang meliputi 3M, yakni mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak.  

"Masyarakat bukan berdiam dan terserah pemerintah, tapi mereka yang menentukan, dan mereka yang harus disiplin dan mau turut serta berjuang bersama-sama menghentikan covid-19 ini," pungkasnya.

(khr/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER