Eks Tim Mawar di Kemhan, Political Will Jokowi Dipertanyakan

CNN Indonesia
Senin, 28 Sep 2020 23:26 WIB
Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon mempertanyakan political will Jokowi dalam memandang pelanggaran HAM berat masa lalu yang melibatkan oknum anggota TNI.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP Effendi Simbolon mempertanyakan political will atau kemauan politik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam memandang kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu yang melibatkan oknum anggota TNI.

Pertanyaan itu disampaikan Effendi merespons pengangkatan dua pejabat struktural eselon I di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) yakni Brigjen TNI Yulius Selvanus sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kemhan dan Brigadir Jenderal TNI Dadang Hendrayudha sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan.

Dua nama itu adalah mantan anggota Tim Mawar. Tim ini disebut yang melakukan operasi penculikan aktivis jelang jatuhnya rezim Presiden kedua RI, Soeharto, pada 1997-1998 silam. Yulius dan Dadang sendiri telah divonis bersalah melalui Mahkamah Militer Tinggi (Mahmiliti) II Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita kembali kepada pemerintah, political will pemerintah, sejauh mana presiden memandang case yang lalu yang melibatkan oknum aparat TNI ketika itu," kata Effendi kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/9).

Dari sudut pandang hukum, lanjut dia, dua orang tersebut telah dijatuhi dan selesai menjalani masa hukumannya. Namun, Effendi mengingatkan penunjukan dua orang mantan anggota Tim Mawar itu menjadi sebuah masalah bila dilihat dari sudut kepatutan.

"Dari sisi pandangan masyarakat, dari sisi kepatutan, patut enggak, dan seterusnya," ucap Effendi.

Terkait penilaian masyarakat bahwa Jokowi telah melanggar komitmen terhadap upaya penegakan HAM dengan menyetujui masuknya dua eks anggota Tim Mawar di lingkungan Kemhan, menurutnya, hal tersebut bersifat sangat relatif.

Menurutnya, masalah realisasi janji dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sudah terjadi sejak lama atau bukan hanya di era pemerintahan Jokowi saja.

"Tidak serta-merta juga diartikan [Jokowi] tidak memenuhi janji-janjinya," ucap Effendi.

Untuk diketahui, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melakukan perombakan perwira tinggi (pati) atau pejabat eselon I di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 166/TPA Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Kemhan.

Ada dua nama yang menarik perhatian terkait pengangkatan pejabat struktural eselon I di lingkungan Kemhan ini yakni Yulius dan Dadang karena disebut-sebut sebagai mantan anggota Tim Mawar.

Langkah Jokowi yang menyetujui pengangkatan eks anggota Tim Mawar itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai Jokowi melanggar komitmen terhadap upaya penegakan HAM dengan menyetujui masuknya dua eks anggota Tim Mawar di lingkungan Kemhan.

"Dengan langkah Menhan tersebut, maka Presiden Jokowi dan DPR RI akan semakin dinilai melanggar janjinya, terutama dalam mengusut kasus penculikan aktivis dan penghilangan paksa serta pelanggaran HAM masa lalu di negara ini," kata Usman melalui siaran pers, Jumat (25/9).

(mts/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER