Kritik DPR soal Kesenjangan pada Pembagian Kuota Kemendikbud

CNN Indonesia
Kamis, 01 Okt 2020 01:57 WIB
Anggota Komisi X DPR meminta Kemendikbud menyalurkan bantuan kuota secara merata di seluruh Indonesia, bukan hanya terkonsentrasi di pulau Jawa.
Ilustrasi pembelaran jarak jauh di tengah pandemi Covid-19. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional Zainuddin Maliki meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyalurkan subsidi kuota secara merata di seluruh Indonesia.

Ini diungkap merespons kesenjangan penyaluran subsidi kuota antara Pulau Jawa dan bagian Indonesia lainnya. Sebanyak 61 persen peserta didik yang menerima kuota berada di enam provinsi di Jawa.

"Pastikan diterima memang oleh yang berhak. Yang berhak itu ya tidak hanya di Jawa, tapi di luar Jawa. Seluruh Indonesia harus diberikan secara proporsional," katanya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (30/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zainuddin menilai peran pemerintah dalam menghadirkan layanan pendidikan wajib dipastikan tidak hanya di Jawa, namun di seluruh 34 provinsi. Apalagi, katanya, realita di luar pulau Jawa seringkali lebih sulit.

"Perlu dipertimbangkan betapa sulitnya di luar Jawa. Di Jawa itu listrik jarang padam. Tapi kalau keluar Jawa, itu kena pemadaman bisa berapa kali seminggu," ungkapnya.

Perhatian lebih, katanya, juga perlu diberikan ke daerah yang berada di pelosok atau tergolong daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Dalam hal ini, mereka tidak dapat menikmati subsidi kuota karena tak punya jaringan listrik.

Zainuddin berharap Kemendikbud memetakan kondisi di daerah tanpa jaringan listrik atau dengan mayoritas siswa tanpa fasilitas gawai. Pasalnya, sebagian besar sekolah di daerah tersebut tidak bisa menerapkan pembelajaran daring, sehingga tak memerlukan kuota.

Mengutip vervalponsel.data.kemdikbud.go.id, sebanyak 61 persen atau 16.424.143 dari 26.623.776 penerima kuota merupakan peserta didik yang berada di pulau Jawa.

Jumlah peserta didik yang menerima kuota pada provinsi di Jawa lebih dari 1 juta orang, kecuali di Yogyakarta. Sumatera Utara juga mendapati lebih dari sejuta peserta didik penerima kuota gratis.

Sedangkan di 28 provinsi lain, subsidi kuota diterima tak lebih dari sejuta peserta didik. Di Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Kalimantan Utara jumlahnya bahkan tak mencapai 100 ribu orang.

Kritik serupa dilayangkan Anggota Ombudsman RI Alvin Lie. Alvin yang sempat merasakan mendapatkan kuota belajar dari Kemendikbud karena statusnya sebagai mahasiswa doktoral itu menilai subsidi kuota dari Mendikbud justru tidak adil dan tidak menutup kesenjangan di masyarakat.

"Karena namanya subsidi negara hanya untuk masyarakat yang membutuhkan, masyarakat miskin. Kalau semua diberi itu justru tidak adil. Karena tujuan subsidi adalah mempersempit kesenjangan," katanya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (30/9).

Anggota Ombudsman Alvin Lie menyebut operasional taksi online perlu segera diatur sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016.Anggota Ombudsman RI Alvin Lie. (CNN Indonesia/Bintoro Agung)

Untuk mendapatkan kuota belajar tersebut, Kemendikbud hanya mensyaratkan penerima adalah guru, siswa, mahasiswa dan dosen yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan dan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, serta memiliki nomor ponsel yang aktif.

Langkah ini menurutnya menjadi problematik, khususnya ketika dirinya turut menerima bantuan kuota sebagai mahasiswa S3. Artinya, peserta yang sesungguhnya mampu membiayai kuota sendiri turut dibantu dengan subsidi.

"Yang kurang mampu juga kesenjangan antara yang mampu dan kurang mampu tetap sama. Kemudian masyarakat yang mampu atau mungkin sudah mendapat bantuan lagi juga kemungkinan kuotanya tidak terpakai, itu kan mubazir," ujar Alvin.

Alvin sendiri mengaku tidak memakai kuota yang diterima dari pemerintah karena sudah memiliki layanan internet sendiri. Pada akhirnya, 50 gigabyte yang diberikan padanya untuk belajar daring sia-sia.

Ia mengatakan perkara sinkronisasi data kependudukan memang umum jadi kendala dalam penerapan kebijakan, khususnya yang berbentuk subsidi. Salah satunya berkaca pada program bantuan sosial di awal pandemi.

Menurutnya hal ini perlu diperbaiki bersama lintas instansi dan kementerian. Untuk menghindari insiden yang sama, Alvin mengatakan Kemendikbud harus berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Data penduduk tersebut kemudian harus disinkronisasi dengan data kebutuhan siswa, guru, mahasiswa dan dosen yang dimiliki sekolah dan perguruan tinggi. Dengan begitu, bantuan bisa diberikan sesuai kebutuhan.

"Syarat dan verifikasi juga jelas masih perlu perbaikan dalam sistem ini, kemudian pendataan. Saya maklumi pada tahap awal Kemendikbud mengalami banyak kelemahan, karena harus mengerjakan dengan waktu yang cepat," kata sosok yang juga dikenal sebagai pengamat penerbangan tersebut.

CNNIndonesia.com telah berupaya mengonfirmasi mengenai dugaan kesenjangan ini kepada Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud Muhammad Hasan Chabibie dan Kepala Biro Humas dan Kerjasama Evy Mulyani, namun belum mendapat jawaban.

Sebelumnya Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud Hasan Chabibie mengatakan insiden kuota seperti yang diterima Alvin Lie bakal dijadikan evaluasi untuk penyaluran di bulan selanjutnya.

Ia menegaskan seharusnya sekolah dan perguruan tinggi menjadi pihak yang bertugas memastikan setiap data nomor HP yang di-input tepat sasaran, baik secara keakuratan data maupun kebutuhan pemilik.

(fey/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER