Hasil Survei Spektrum Politika terhadap masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) menunjukkan bahwa 39,9 persen warga menganggap Covid-19 merupakan hasil konspirasi global atau persekongkolan negara-negara besar di dunia.
"Banyak warga Sumbar yang meragukan keberadaan penyakit yang disebabkan SARS-CoV-2 itu. Yang lebih parah, banyak orang yang menganggap ini adalah konspirasi sejumlah negara kapitalis yang ujungnya adalah pembuatan dan penjualan vaksin anti-virus," ujar Peneliti Spektrum Politika Andri Rusta, kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/10).
Dampak dari pemahaman keliru masyarakat tersebut, kata dia, ialah pengabaian imbauan pemerintah daerah untuk melaksanakan protokol kesehatan, seperti tidak keluar rumah jika tidak ada agenda yang penting dan mendesak, memakai masker di luar rumah, menjaga jarak fisik dengan orang lain (physical distancing), dan selalu mencuci tangan atau menggunakan penyanitasi tangan (hand sanitizer).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal strategi inilah (mematuhi protokol kesehatan) yang saat ini dianggap paling efetif untuk mencegah penyebaran Covid-19 sebelum vaksin ditemukan," ucapnya.
Berdasarkan hasil survei itu, kata Andri, diketahui bahwa 28,5 persen masyarakat Sumbar sering keluar rumah; 60,3 persen masyarakat sering menggunakan masker di luar rumah; 52,2 persen masyarakat mengakui pentingnya menjaga jarak; dan 66,3 persen masyarakat selalu mencuci tangan atau penyanitasi tangan.
"Dari survei itu kami simpulkan bahwa masyarakat Sumbar tergolong patuh melaksanakan protokol kesehatan. Namun, kategori patuh itu dekat dengan kategori tidak patuh karena angkanya mendekati angka hampir tidak patuh," tuturnya.
Selain menganggap Covid-19 konspirasi global, kata Andri, warga Sumbar juga setuju bahwa pandemi menyebabkan ekonomi memburuk (89,1 persen), mengakui kehilangan pekerjaan sejak Covid-19 melanda (49,8 persen), sudah mendapatkan informasi tentang Covid-19 (86,8 persen).
Survei ini digelar di 19 kabupaten/kota di Sumbar pada 10-15 September 2020. Lembaga konsultasi dan penelitian itu mewawancarai 1.220 responden yang diambil secara bertingkat.
"Margin of error dari sampel yang kami ambil tersebut sebesar 2,9 persen. Untuk menjaga kualitas survei, kami melakukan quality control dengan cara menelepon ulang responden untuk mengonfirmasi jawaban mereka sebelumnya," ujarnya.
Sebelumnya, survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode 7-14 September 2020 menyatakan 17 persen masyarakat Indonesia percaya tak akan tertular virus.
Optimisme masyarakat ini erat kaitannya dengan pendidikan. Semakin rendah pendidikan responden, semakin tinggi percaya diri akan tidak tertular. Sementara semakin tinggi pendidikan maka semakin yakin akan tertular Covid-19.
(adb/arh)