Sebanyak 183 pemuda dan remaja diamankan polisi dalam aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Sumsel, Rabu (7/10).
Ratusan orang yang diamankan itu diduga penyusup ke ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Rakyat (Ampera) Sumatera Selatan.
Kapolrestabes Palembang, Komisaris Besar Anom Setyadji mengatakan berdasarkan penyelidikan sementara, pemuda-pemuda yang ditangkap tersebut memang berniat merusuh. Hal tersebut diketahui dari pemeriksaan ponsel-ponsel pemuda yang ditangkap. Ada penggalangan massa yang memprovokasi untuk membuat aksi tersebut ricuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya mengaku masih menyelidiki dalang di balik mobilisasi pemuda yang berniat vandalisme tersebut. Dari penangkapan tersebut, polisi menyita barang bukti senjata tajam, ikat pinggang yang dilengkapi senjata tajam, serta bom molotov.
"Dari tim siber kita juga patroli. Ada grup WhatsApp di handphone orang-orang yang kita tangkap ini yang berisi ajakan-ajakan untuk itu," kata dia.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, mahasiswa hanya menyampaikan tuntutannya dalam aksi mimbar bebas tersebut.
Beberapa kali petugas kepolisian terlihat meringkus pemuda-pemuda yang berada di tengah massa aksi yang diduga sebagai penyusup. Petugas kepolisian pun melakukan penyisiran sejak pagi hari di sekitaran lokasi aksi untuk mencegah para perusuh masuk ke dalam massa aksi.
"Sekarang orang-orang tersebut sudah diamankan di Mapolrestabes Palembang, akan diproses sesuai hukum. Rata-rata yang ditangkap berstatus pelajar, tapi masih kami selidiki lagi," ujar Anom usai aksi.
Koordinator Media Aliansi BEM Sumsel, Janes Putra mengatakan pihaknya belum mendapatkan informasi adanya mahasiswa dari 183 orang yang diamankan petugas kepolisian tersebut. Pihaknya masih menunggu informasi selanjutnya apabila ada mahasiswa yang ikut ditangkap.
"Dari info yang kita dapat, kebanyakan anak STM yang ditangkap. Saat ini data kita belum ada konfirmasi mahasiswa yang ditangkap," ujar Janes.
Sementara itu Humas Ampera Sumsel Bagas Pratama menegaskan pihaknya berkomitmen untuk aksi damai dalam menggelar mimbar bebas. Pihaknya tidak ingin kejadian pada 24 September 2019 saat demo menolak RUU RKUHP yang berujung bentrok kembali terjadi.
"Kami pastikan, buktikan aliansi kami tidak mudah terprovokasi. Yang ditangkap itu bukan bagian dari kita," kata dia.
Dia menjelaskan ada empat tuntutan yang diusung Ampera Sumsel dalam mimbar bebas. Yakni pertama menyatakan mosi tidak percaya terhadap anggota DPR yang mengesahkan UU Ciptaker. Kemudian mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pengganti UU (perppu) untuk membatalkan UU Ciptaker.
"Bila presiden tidak juga menerbitkan Perppu, kamu akan mengawal judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kami pun akan mendukung dan mengkoordinir mogok kerja nasional sebagai bentuk ungkapan kecewa atas kebijakan yang merugikan rakyat kepada pemerintah dan DPR RI," ungkap dia.
Pihaknya pun akan berkoordinasi dengan elemen buruh untuk menggelar aksi lanjutan pada Kamis (8/10) besok.
(idz/ain)