Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Lampung Menggugat (Salam) akan menggelar aksi diam menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, Kamis (8/10).
Aksi tanpa orasi itu bakal dilakukan di Bundaran Tugu Adipura Kota Bandar Lampung sekitar pukul 08.00-09.00 WIB.
Direktur LBH Bandar Lampung, Chandra Muliawan menilai Omnibus Law Cipta Kerja cacat formil dan material sejak awal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pengesahan UU Cipta Kerja bukan hanya bencana bagi demokrasi, tapi juga kemanusiaan dan kelestariaan lingkungan hidup.
Dia mengatakan untuk kesekian kalinya suara rakyat diabaikan tak ubahnya pengesahan revisi UU KPK, UU Mineral dan Batu Bara (Minerba), dan UU Mahkamah Konstitusi (MK) yang inkonstitusional.
"Hal ini menjadi pertanda buruk bagi masyarakat Indonesia, melihat banyaknya kepentingan oligarki yang secara langsung mengesampingkan berbagai nilai kesejahteraan pekerja, mengancam tatanan lingkungan hidup hingga berbagai aspek penting lainnya," kata Chandra, Rabu (7/10).
Sementara Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri menyatakan UU Cipta Kerja akan semakin memperparah kerusakan lingkungan hidup, memperluas berbagai konflik sumber daya alam dan semakin memarginalkan petani, nelayan, dan kaum miskin kota.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga akan mempersempit partisipasi publik untuk mengawal lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan.
"Oleh sebab itu, dari aspek-aspek lingkungan hidup, UU Cipta Kerja ini tidak sesuai. Sehingga tidak pantas disahkan, karena bertentangan dengan konstitusi bahwa lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan adalah bagian dari HAM. Melalui pengesahan ini berarti negara mengabaikan aspek-aspek HAM," ujarnya.
![]() |
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Hendry Sihaloho menambahkan Omnibus Law dihasilkan dari proses yang tidak transparan serta tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
Dia mengatakan "kejar tayang" undang-undang ini ditengarai untuk memberi karpet merah bagi investor. Menurutnya, sejak awal pemerintah memang menggadang-gadang UU Cipta Kerja untuk menggenjot investasi.
Secara material, beleid peramping banyak regulasi itu memangkas banyak hal, di antaranya ketenagakerjaan. Banyak pasal yang dinilai tidak pro-buruh. Misal, perusahaan dapat dengan mudah melakukan PHK terhadap pekerja (Pasal154A), hak memohon PHK dihapus (Pasal 169), dan kontrak tanpa batas (Pasal 59).
"Atas dasar itulah, AJI menilai isu ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja juga terkait dengan perjuangan kesejahteraan yang selama ini menjadi Tri Panji AJI. Sebab, jurnalis juga buruh," kata dia.
Dalam aksi tersebut, selain LBH, Walhi, dan AJI Bandarlampung, ada beberapa elemen yang tergabung dalam Salam seperti Solidaritas Perempuan (SP) Sebay Lampung, Kelompok Studi Kader (Klasika), dan Aliansi Pers Mahasiswa Lampung (APML). Turut juga Dewan Rakyat Lampung (DRL), LBH Pers Lampung, UKM Mahkamah Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Zona UIN Lampung, serta Lapak Baca Politeknik Negeri Lampung (Polinela).
Nantinya, dalam aksi diam tersebut peserta demo akan menutup mata dan telinga. Ekspresi itu sebagai bentuk simbol bahwa pemerintah dan DPR tutup mata dan telinga atas suara rakyat.
Sementara itu, aksi menolak UU Cipta Kerja juga digelar di ruas jalan Dr Warsito Kota Bandarlampung hingga Rabu (7/10) malam.
Suara tembakan gas air mata dari petugas terdengar saat massa berusaha mendekati kantor DPRD Provinsi lampung. Kapolda Lampung, Irjen Pol Purwadi Arianto bersama sejumlah PJU Polda Lampung turun ke lokasi untuk mengecek aksi massa di lingkungan gedung DPRD Provinsi Lampung.
(zai/pmg)