Nasib Anarko di Demo Ricuh, Antara Data dan Bahasa Aparat

CNN Indonesia
Jumat, 09 Okt 2020 14:31 WIB
Polisi dinilai terlalu cepat menyimpulkan anarko-sindikalisme di balik semua demo rusuh UU Cipta Kerja dan berpotensi salah tuding pada kelompok tertentu.
Ilustrasi demo ricuh. (Foto: CNN Indonesia/ Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia --

Unjuk rasa yang berakhir ricuh seringkali dikaitkan dengan kelompok Anarko Sindikalisme. Yang terbaru adalah kericuhan dalam demonstrasi tolak Omnibus Law Cipta Kerja. Polisi terang-terangan mengaku telah menangkap para perusuh yang diduga merupakan kelompok anarko.

"Sudah hampir seribu yang kita amankan, itu adalah anarko-anarko itu, perusuh-perusuh itu," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus kepada wartawan, Kamis (8/10).

Tapi klaim polisi itu diragukan. Pasalnya, aksi perusakan dan anarkis dalam unjuk rasa, bisa terjadi secara spontan. Menurut Sosiolog dari Universitas Andalas, Indradin, perusakan dan anarkisme secara spontan dipicu salah satunya oleh psikologi massa di lapangan..

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indradrin tak memungkiri, dalam beberapa kasus, segelintir kelompok dapat menunggangi perusakan tersebut. Namun, menurut dia, hal itu bukan sesuatu yang mudah disimpulkan, apalagi menyematkan kelompok tertentu sebagai penunggang atau pemicu ricuh demonstrasi.

"Mestinya perlu juga penelitian yang mendalam atas data atau tuduhan polisi terhadap kelompok yang ditangkap," kata Indradin saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Indradin menyebut perusakan dalam demonstrasi bisa terjadi secara spontan seiring situasi di lapangan yang kian memanas.

Tuduhan kepada kelompok-kelompok tertentu sebagai pemicu kerusakan, lanjut dia, hanya bisa dilakukan jika memang terjadi perusakan di banyak lokasi dengan bukti yang mengarah pada perencanaan. Tuduhan itu pun hanya bisa dianggap sebagai dugaan saja.

"Tentu hal itu berbeda dan patut diduga ada unsur desain," ujar dia.

Kelompok anarko sindikalisme semakin mendapat sorotan sejak terjadi kericuhan dalam aksi Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2019 lalu.

Saat itu kericuhan terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Tito Karnavian yang kala itu menjabat Kapolri secara gamblang menyebutkan bahwa kerusuhan terjadi di beberapa daerah dipicu oleh keterlibatan Anarko Sindikalisme.

"Aksi May Day seluruh Indonesia relatif aman, tapi ada satu kelompok yang namanya Anarcho Syndicalism," kata Tito di Mabes Polri, Kamis 2 Mei 2019 silam.

Masih merujuk pada pernyataan Tito pada saat itu, dia menyebutkan bahwa kelompok tersebut sudah berkembang dan menjadi sebuah fenomena internasional. Perhatian kelompok anarko sindikalisme, kata Tuito, Salah satunya terkait dengan masalah pekerja.

Tito juga menuturkan bahwa kelompok Anarko dalam beberapa tahun terakhir telah mulai bermunculan di beberapa kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta dan Bandung.

Anarko kembali mencuat pada April 2020 kemarin. Kala itu, terjadi aksi vandalisme berupa tulisan 'Kill The Rich' di wilayah Kota Tangerang, Banten.

Aparat kepolisian di wilayah Polda Metro Jaya meringkus sejumlah pelaku vandalisme itu di kawasan Cibodasari, Kota Tangerang, Jumat (10/4). Selang beberapa waktu kemudian, aksi serupa terjadi di beberapa daerah seperti Banjar, Jawa Barat dan Malang, Jawa Timur.

Para pelaku diancam melanggar pasal 14 dan atau pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 160 KUHP dan terancam 10 tahun penjara.

Jika dilihat dari asal usulnya, istilah Sindikalis memang berkaitan dengan makna serikat buruh. Namun, beberapa pihak meyakini bahwa Anarko-Sindikalis merupakan sebuah aliran pemikiran anarkisme yang tidak memiliki struktur organisasi.

Mereka menolak sistem dan institusi kekuasaan. Kelompok ini mendorong perubahan sosial untuk menghancurkan kapitalisme.

Dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com, seorang musisi yang menganut anarkisme menyebut ada kesalahpahaman aparat kepolisian dan masyarakat secara umum mengenai paham tersebut. Di Indonesia, kata dia, anarkis selalu dikaitkan dengan tindak kekerasan.

"Menurut saya sih, itu bahasa aparat saja, sebagian ada bahasa media, selalu kalau ada kejadian apa pasti disebutnya anarki, tindakan anarkis. Walaupun para kaum anarki bilang pasti itu bukan tindakan kami," kata Lim, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Minggu (12/4).

Penganut pemikiran anarkis, kata dia, tidak pernah diajarkan untuk melakukan kekerasan maupun penjarahan. Sebab, tindakan itu masuk dalam gerakan vandal, sebagian lagi hanya tindak kekerasan biasa.

Dia menyebut anarkisme berpijak pada gagasan kehidupan tanpa otoritas negara. Namun pengamalannya tergantung dari pemahaman masing-masing manusia.

"Kalau menurut saya sih enggak [mengajarkan penjarahan], kalau dari anarko-nya sendiri. Tapi kan kalau sudah sampai di aparat, ya dikait-kaitkan saja sudah, ini sebutannya ini," tuturnya.

(mjo/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER