Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono angkat suara soal aksi pemukulan dan tindak kekerasan terhadap jurnalis saat meliput aksi demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Menurut Argo, dalam aksi demo sebenarnya aparat kepolisian tak hanya mengamankan jalannya aksi, tapi juga melindungi jurnalis.
Namun ketika situasi mulai chaos, lanjutnya, anggota pun akhirnya fokus untuk melindungi dirinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang kita seharusnya menjunjung dan melindungi wartawan, tapi karena situasinya chaos dan anarkis anggota juga melindungi dirinya sendiri," kata Argo di Mabes Polri, Jumat (9/10).
Argo menuturkan untuk menghindari hal itu, maka jurnalis harus menunjukkan kartu identitasnya kepada anggota.
"Disampaikan saja bahwa saya seorang wartawan sedang meliput, nanti di belakang dan akan dilindungi," ujarnya.
Lebih lanjut, Argo menyebut pihaknya bakal melakukan pengecekan lebih dulu terkait penganiayaan terhadap jurnalis oleh aparat saat aksi demo.
"Nanti kita akan kroscek dulu kejadiannya seperti apa, tapi setiap pengamanan kami sudah memberi imbauan dan mengingatkan semua agar tidak terjadi salah paham," tuturnya.
Diketahui, jurnalis CNNIndonesia.com, Thohirin mengalami kekerasan fisik dan intimidasi saat meliput demo di sekitar Simpang Harmoni, Jakarta Pusat.
Aksi itu bermula saat aparat menuduh Thohirin merekam peristiwa penangkapan massa di lokasi kejadian. Akibatnya, Thohirin dipukul dan handphone-nya pun dirampas. Tak hanya itu, ID persnya dirampas dan dibuang.
Kemudian, jurnalis Suara.com bernama Peter Rotti juga mengalami kekerasan dari aparat di sekitar Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Hal itu bermula saat Peter dan rekannya, Adit Rianto S sedang merekam sejumlah polisi yang mengeroyok seorang peserta aksi. Akibatnya, Peter diseret dan dipukul oleh aparat.
Ada pula jurnalis Merahputih.com, Ponco Sulaksono ditangkap oleh aparat kepolisian dan ditahan di Polda Metro.