Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menampik tudingan Ketua Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo bahwa kemampuan testing atau pemeriksaan Virus Corona di Indonesia sangat rendah.
"Apa yang tadi disampaikan Pak Gatot tentang testing yang menurut beliau termasuk yang terendah di dunia, menurut saya keliru. Kenapa demikian? Karena angka testing kita telah berada di atas 82 persen," ungkapnya melalui acara televisi, Selasa (21/10).
Doni menyebut Indonesia melakukan pengetesan 40 ribu sampai 45 ribu spesimen per hari. Pada beberapa kasus, pihaknya pernah melampaui pemeriksaan lebih dari 50 ribu spesimen per hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masih banyak negara yang berada di bawah kemampuan kita dalam testing harian," katanya.
Menurutnya, hal ini tergolong baik meskipun masih di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Diketahui WHO menetapkan standar pemeriksaan 1 orang tiap 1.000 penduduk per pekan.
Dengan asumsi Indonesia memiliki 267 juta penduduk, ia menjelaskan target pemeriksaan seharusnya mencapai 267 ribu orang per minggu.
"Memang masih dibawah standar WHO, [pemeriksaan mencapai] 82 persen dari standar yang ditentukan WHO. Tapi sudah jauh lebih baik dibanding awal. Awal kita periksa spesimen hanya 13 persen," katanya.
Doni menyebut kemampuan laboratorium pemeriksaan sudah jauh berkembang. Dari sebelumnya laboratorium yang bisa memeriksa spesimen hanya satu, kini sudah ada 370 laboratorium di berbagai penjuru daerah.
Sebelumnya, dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Gatot mengatakan kemampuan pemeriksaan Corona di Indonesia tergolong sangat rendah dibanding negara di dunia, yakni 0,88 persen dari total penduduk.
"Tes covid-19 di Indonesia sangat rendah. Hanya sekitar 0,88 persen dari total penduduk. Ini sebagai angka terendah di dunia," ungkapnya.
Berdasarkan data situs Worldometer, Indonesia berada pada peringkat 25 negara dengan jumlah tes Covid-19 terbanyak, yakni 4.123.624. Namun, dalam hal angka tes per 1 juta penduduk, Indonesia menduduki peringkat 158, yakni 15.028 tes per 1 juta populasi.
Jika dipersentasekan, jumlah tes Covid-19 mencapai 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Sementara, menurut data statistica.com, kemampuan testing Indonesia berada di posisi kedua terakhir dari 31 negara paling terdampak Corona. Yakni, 14.783 orang per 1 juta penduduk. Ini jauh jika dibandingkan negara yang berada di posisi pertama, yakni Israel dengan 455.955 tes per 1 juta penduduk.
Kebijakan Ganggu HAM
Terpisah, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menyebut kebijakan pemerintah di masa pandemi Covid-19 mengganggu pemenuhan hak asasi manusia (HAM).
Di antaranya adalah hak atas standar kesehatan tertinggi, hak atas informasi, hak atas kebebasan berekspresi, hak atas fair trial, hak bebas dari stigma dan diskriminasi, serta hak diperlakukan secara manusiawi.
"Pertama, hak atas standar kesehatan tertinggi, dimana persiapan-persiapan yang semestinya di awal dipersiapkan mengenai APD, tempat isolasi, tenaga kesehatan tidak terlihat," ungkap peneliti KONTRAS Rivanlee Anandar melalui konferensi video, Senin (19/10).
![]() |
"Di awal pandemi, kita merasa negara menyepelekan pandemi dengan menggenjot pariwisata," imbuhnya.
Kedua, hak atas informasi minim karena dugaan tidak terbukanya pemerintah terkait data kasus Corona. Dugaannya, pemerintah menutupi laju kasus yang sebenarnya di awal.
"WHO menyarankan memperluas makna kematian covid. Negara justru menyempitkan makna tersebut. Kami lihat itu dampaknya untuk kepentingan ekonomi semata," katanya.
Ketiga, hak berbicara masyarakat dibatasi. Bentuknya, Surat Telegram Kapolri yang menginstruksikan pelarangan demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja dengan dalih penularan virus.
(fey/arh)