Fadli: Salah Sasaran Tuding Parpol, Presiden Tentukan Omnibus

CNN Indonesia
Jumat, 23 Okt 2020 06:59 WIB
Fadli Zon menyebut salah sasaran jika publik menyalahkan parpol dalam Omnibus Law, karena Presiden lah yang punya kekuatan menentukan nasib Omnibus Law.
Politkus Partai Gerindra Fadli Zon menilai salah sasara jika publik menyalahkan parpol dalam Omnibus Law. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menyebut Presiden Joko Widodo adalah pihak yang paling bisa menentukan nasib Omnibus Law UU Cipta Kerja, bukan partai politik (parpol).

"Jadi yang paling bertanggung jawab terhadap undang-undang ini tentu saja presiden. Presiden yang menentukan. Sekarang nasibnya pun mau terus atau tidak itu tergantung kepada presiden," kata dia, dalam diskusi yang digelar secara daring, Kamis (22/10).

Fadli menyebut Jokowi bahkan memiliki kekuatan besar berkaitan dengan undang-undang ini. Alasannya,, tanpa menandatangani pun undang-undang itu akan tetap lanjut. Fadli menyebut salah sasaran jika masyarakat mengarahkan kekesalan atas UU tersebut kepada partai politik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kekuatan itu ada di tangan presiden kok. Jadi kalau untuk di parpol, nah jadi saya kira itu salah sasaran," kata dia.

"Yang menentukan itu di Istana bukan di Parpol," jelasnya, yang merupakan politikus Partai Gerindra, salah satu partai pendukung pemerintah. 

Mantan Wakil Ketua DPR itu juga menjelaskan Omnibus Law sepenuhnya bukan inisiatif DPR, tapi berasal dari pemerintah. DPR, kata dia, istilahnya hanya menerima barang jadi terkait undang-undang ini.

"Saya tahu lah temen-temen di DPR itu juga mungkin lebih banyak terima barang yang hampir jadi yang pasti bukan dari kertas kosong. Karena itu juga usulan pemerintah," kata dia.

Sebelumnya, rangkaian demonstrasi menolak Omnibus Law terjadi di berbagai daerah. Sejumlah pihak menyalahkan DPR, yang merupakan kumpulan fraksi berbagai parpol, sebagai biang terbitnya perundangan yang dianggap merugikan kelas pekerja itu.

Melihat riwayatnya, Omnibus Law sendiri diusulkan oleh Jokowi, berdasarkan pidato pelantikannya sebagai Presiden, pada 2019.

Penangkapan Anggota KAMI

Fadli Zon juga menyebut ada satu kemunduran dalam demokrasi di Indonesia terkait dengan pedemo yang kemudian ditangkap aparat.

Harusnya, kata dia, para pedemo ini diperlakukan biasa saja. Menurutnya dalam negara demokrasi perbedaan pendapat adalah hal yang biasa.

"Yang demo diperlakukan seperti itu (ditangkap) itu menurut saya satu kemunduran yang sangat besar dalam demokrasi, harusnya biasa-biasa saja orang berbeda pendapat," kata Fadli.

Menyoroti para aktivis Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) seperti Syahganda Nainggolan hingga Jumhur Hidayat yang ditangkap, Fadli menyebut hal itu keterlaluan.

Infografis Jalan Mulus omnibus law ciptaker jokowiFoto: CNN Indonesia/Fajrian

"Itu menurut saya sudah menginjak-injak demokrasi lah ya. Dijemput seperti teroris," kata Fadli.

Kejadian yang kerap terjadi belakangan ini menurut Fadli juga terlihat lucu sebab mestinya tak boleh terjadi lagi di era ini. Apalagi saat ini Indonesia kerap diagung-agungkan sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia.

"Tapi orang mau demo aja ditangkapin, ini lucu menurut saya seolah kita menjadi negara polisi," katanya.

Terpisah, Istana melalui Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko menyebut Jokowi berani mengambil kebijakan yang non-populis yang sesungguhnya sangat dibutuhkan masyarakat. Termasuk, dalam hal ini UU Cipta Kerja.

"Presiden mengambil risiko. Ada dua tipe seorang pemimpin, yang pertama menikmati kemenangan kebijakan populer tapi presiden tidak mengambil cara itu," kata Moeldoko dalam rekaman yang dibagikan oleh KSP, Rabu (21/10).

"Tapi presiden mengambil keputusan tidak populis di caci maki tapi beliau lebih mementingkan masa depan yang lebih baik. Untuk itu seorang pemimpin mengorbankan kepentingan pribadinya," lanjut dia.

(tst/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER