Kuasa hukum penceramah Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, Andry Ermawan, mengatakan ada prosedur hukum yang tak tepat dalam penangkapan dan penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghinaan dan ujaran kebencian.
"Ini kami anggap ada sesuatu yang tidak tepat," kata Andry saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Sabtu (24/10).
Menurut Andry, sebelum dijemput dan ditetapkan tersangka, kliennya itu harusnya dipanggil dan diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi. Bukan, tiba-tiba langsung ditetapkan sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena menurut aturan hukum kan harus ada panggilan saksi dulu. Sekarang peraturan Perkap (Peraturan Kapolri) kan seperti itu; ada lidik (penyelidikan), ada penyidikan, gelar perkara, baru menetapkan seseorang sebagai tersangka," ucapnya.
Terkait proses penangkapan dan penetapan tersangka tersebut, Andry dan timnya pun rencananya akan menempuh upaya hukum, termasuk salah satunya yakni praperadilan.
"Kami akan ambil upaya hukum untuk itu, terkait proses penangkapan, apakah mengacu ke praperadilan atau bagaimana," ujarnya.
Saat ini, Gus Nur telah berada di Bareskrim Polri, Jakarta. Andry mengatakan tim kuasa hukumnya, pun sudah melakukan pendampingan di sana.
Gus Nur sendiri telah ditangkap oleh aparat kepolisian Sabtu (24/10) dini hari tadi di kediamannya di Malang, Jawa Timur.
Penyidik Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menetapkan Sugih Nur Raharja alias Gus Nur sebagai tersangka ujaran kebencian dan penghinaan, atas ucapannya yang diduga menghina Nahdlatul Ulama dalam acara diskusi yang tayang di akun Youtube Refly Harun.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi, dalam putusan perkara nomor 21/PUU-XII/2014 yang diajukan karyawan Chevron, memberi pertimbangan bahwa penetapan tersangka harus didahului oleh minimal dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka.
Namun, MK tetap membuka kemungkinan penetapan tersangka tanpa kehadiran pihak terkait untuk tindak pidana yang membolehkan proses hukum in absentia.
(frd/arh)