Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober merupakan perayaan untuk mengenang momen Kongres Pemuda II yang digelar 92 tahun silam di Batavia (Jakarta).
Kongres selama dua hari pada 27-28 Oktober 1928 tersebut kemudian melahirkan ikrar yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Hasil kesepakatan kongres itu memuat tiga hal.
Kongres tersebut menjadi cikal bakal semangat nasionalisme kebangsaan Indonesia yang saat itu berada di bawah penjajahan Belanda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sumpah Pemuda berisi tiga hal besar yakni terkait tumpah darah, kebangsaan dan bahasa persatuan, Indonesia.
"Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedua: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia," demikian bunyi Sumpah Pemuda.
Ketiga kalimat tersebut digaungkan untuk menyerukan persatuan di antara keberagaman yang ada. Mengingat, saat itu para pemuda datang dari beragam latar organisasi, etnis, kesukuan dan kelas sosial. Karenanya, semangat persatuan yang kala itu pertama kali dibangun demi merebut Kemerdekaan Indonesia.
Kongres Pemuda II bukan begitu saja terlaksana. Pertemuan ini diawali dengan Kongres Pemuda I pada 30 April sampai 2 Mei 1926. Saat itu perwakilan pemuda sepakat untuk bersatu dalam sebuah organisasi pemuda Indonesia. Itikad ini yang lantas direalisasikan melalui Kongres Pemuda II dua tahun berikutnya.
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda II dimotori Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia, organisasi pemuda beranggotakan pelajar dari seluruh Indonesia. Karena situasi pergerakan masih dalam pengawasan Belanda, pelaksanaan kongres pun digelar di tiga gedung berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat--hingga akhirnya menghasilkan sumpah pemuda.
![]() |
Proses di balik itu melibatkan tokoh pemuda dari pelbagai kalangan. Beberapa yang tercatat dan disebut di antaranya Soegondo Djojopuspito dari PPPI yang juga merupakan Ketua Panitia Kongres Pemuda II, Mohammad Yamin, Wage Rudolf Supratman--yang menciptakan lagu Indonesia (belakangan dikenal sebagai lagu Indonesia Raya), Amir Syarifuddin Harapan, dan Djoko Marsaid dari Jawa.
Ada pula Sie Kong Lian perwakilan dari Tionghoa yang berperan penting lantaran rumahnya dijadikan markas pergerakan kelompok muda. Rumah Sie di Kramat Raya 106 itu kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Tercatat pula tokoh pendidik, Sarmidi Mangoensarkoro yang juga sempat menyampaikan gagasan mengenai pendidikan pada Kongres Pemuda II, bersama tokoh perempuan, Nona Poernomoewulan dari perwakilan Taman Siswa.
Tercatat pula Johannes Leimena perwakilan perempuan dari Ambon, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang sempat menempuh pendidikan di Eropa, Kasman Singodimedjo perintis kegiatan pramuka, Mohammad Roem yang ahli di bidang hukum, dan Adnan Kapau Gani dari Palembang serta seorang dokter.
Pelbagai sumber menyebut, Kongres Pemuda II sesungguhnya dihadiri 700-an peserta. Namun yang tercatat hanya sekitar 75 hingga 80 tokoh.
Kongres Pemuda II saat itu pun ditutup dengan membacakan hasil kongres--yang kini disebut Sumpah Pemuda. Namun sebelum kongres ditutup, Soegondo yang merupakan ketua panitia kongres menyarankan agar W.R. Supratman memperdengarkan lagu Indonesia. Supratman yang juga pencipta lagu tersebut pun lantas memainkannya dengan biola, tanpa syair. Lagu itu disambut meriah oleh peserta kongres. Selanjutnya, hasil kongres dibacakan dan kongres ditutup.
Hingga puluhan tahun kemudian, saban tahun pada 28 Oktober, hari Sumpah Pemuda masih diperingati dan dikenang sebagai tonggak lahirnya persatuan di tengah keberagaman di seluruh penjuru Indonesia.
(fey/nma)