Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengkritik langkah pemerintah yang akan melakukan sejumlah pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) lewat proyek yang menyerupai Jurassic Park itu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KIARA, Susan Herawati menyebut proyek Jurassic Park di habitat Komodo, Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT) telah membuka wajah asli proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di bawah pemerintah yang kerap diklaim sebagai proyek ramah lingkungan.
"Faktanya, proyek pariwisata KSPN di Pulau Rinca yang merupakan bagian dari kawasan konservasi Taman Nasional Komodo, merusak lingkungan dan tidak mempertimbangkan habitat asli Komodo. Proyek ini juga mendapatkan perlawanan dari masyarakat lokal di Pulau Rinca dan di Labuan Bajo secara umum," kata Susan dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (27/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo merupakan bagian dari proyek KSPN yang disahkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melalui Perpres Nomor 32 Tahun 2018 tentang Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores.
Lihat juga:Mengenal Proyek 'Jurassic Park' di NTT |
Jokowi menunjuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam proyek itu untuk membangun sejumlah sarana pariwisata yang meliputi kantor pengelola kawasan, selfie spot, klinik, gudang, ruang terbuka publik, dan penginapan bagi peneliti.
Untuk merealisasikannya, kata Susan, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 69,96 miliar. Khusus infrastruktur Pulau Rinca sendiri, pemerintah menyiapkan dana Rp21,25 miliar yang diambil dari tahun anggaran 2020.
Lalu, sebanyak Rp46,3 miliar bahkan secara khusus disiapkan untuk membangun Resort Loh Buaya yang berada di dalamnya.
![]() |
Secara umum, Susan mengatakan pihaknya menilai sejumlah proyek di Labuan Bajo juga tidak memberi keadilan terhadap akses air bersih bagi masyarakat.
Mengutip dari temuan Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA), Susan mengatakan debit air 40 liter per detik dan 10 liter per detik hanya diperuntukkan untuk perhotelan, khususnya 10 hotel berbintang di kawasan Labuan Bajo tersebut.
Dari jumlah itu, hanya 18 liter per detik yang dialokasikan untuk 5.000 pengguna rumah tangga.
"Dengan kata lain, layanan air diprioritaskan untuk perhotelan. Pada saat yang sama, air mengalir hanya 2 kali satu minggu. Pada tahun 2019, KruHA terdapat 55.000 warga di Labuan Bajo yang masih kekurangan air bersih," kata dia.
Susan juga mengkritik kebijakan pemerintah yang akan menjadikan Labuan Bajo pada 2023 sebagai tuan rumah pertemuan G20 dan KTT ASEAN. Forum-forum semacam ini, kata dia, biasanya memang dijadikan momentum perbaikan infrastruktur air bersih.
Namun, alih-alih untuk masyarakat, perbaikan itu hanya diperuntukkan untuk memanjakan pengunjung dan tamu asing.
Di banyak tempat, lanjut Susan, proyek KSPN terbukti memang kerap merampas tanah-tanah masyarakat, khususnya yang tinggal di kawasan pesisir, seperti terjadi di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Di Mandalika, banyak terjadi perampasan tanah masyarakat. Ini membuktikan bahwa KSPN tidak menempatkan hak dan kepentingan masyarakat sebagai prioritas utama," kata Susan.
Wajah asli proyek KSPN, tuding Susan memang acap kali merusak lingkungan dan merampas hak dasar masyarakat. Padahal hak itu adalah mandat UUD 1945 yakni untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau ulang pembangunan proyek pariwisata KSPN, khususnya di Labuan Bajo.
"Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi proyek pariwisata di Labuan Bajo yang hanya melayani kepentingan industri pariwisata skala besar. jika tidak bisa memprioritaskan kepentingan masyarakat, proyek pariwisata KSPN ini harus dihentikan di semua tempat," katanya.
![]() |
Sebelumnya, Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores (BOPLBF) menyatakan pembangunan kawasan Taman Nasional Komodo, salah satunya di Pulau Rinca, bukan untuk merusak melainkan meningkatkan fasilitas pariwisata di habitat kadal raksasa tersebut.
"Pembangunannya itu peningkatan fasilitas pariwisata. Yang melakukan dari Kemen PUPR di lokasi KLHK, sejalan dengan quality tourism Kemenparekraf. Jadi BOPLBF mengawal," Direktur Utama BOPLBF, Shana Fatina kepada CNNIndonesia.com, Senin.
Shana mengklaim pemerintah tetap memerhatikan kelestarian dan keseimbangan ekosistem dalam proses pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo tersebut. Seluruh proses pembangunan di Loh Buaya, Pulau Rinca hanya dilakukan di zona pemanfaatan. Ia menyebut proses pembangunan memperhatikan aspek ekologis sesuai kajian dampak lingkungan.
Selain itu, klaim Shana, pihaknya selalu terbuka berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, termasuk dengan masyarakat lokal terkait rencana pengembangan pariwisata di tempat tinggal hewan endemik tersebut.
Terpisah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan mengawasi jalannya proyek pembangunan 'Jurassic Park' di daerah konservasi komodo. KLHK ingin memastikan tidak ada komodo yang menjadi korban.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno menegaskan setiap harinya ada setidaknya 10 ranger yang berjaga untuk memastikan pembangunan tidak membahayakan komodo. Begitu juga dengan masyarakat sekitar yang diklaim turut mengawasi pembangunan.
Wiratno menjelaskan terdapat 60 ekor komodo yang berada di 500 hektare wilayah pulau yang sedang dibangun. Dari jumlah tersebut, ada 15 ekor komodo yang sering berkeliaran. Sedangkan di luar kawasan tersebut, katanya, masih ada 1.300 komodo yang berhabitat di Pulau Rinca. Ia menegaskan sisa komodo tersebut tidak berada di wilayah yang sedang dibangun.
Dia mengatakan pembangunan di Pulau Rinca dilakukan agar wisatawan tidak lagi bersinggungan langsung dengan komodo seperti sekarang. Ia mengatakan fasilitas akan dibuat menggantung, sehingga wisatawan bisa melihat komodo dari atas.
(thr/kid)