Guru Besar Virologi dan Molekuler Universitas Udayana I Gusti Ngurah Mahardika mengatakan keamanan menjadi syarat utama dalam proses pembuatan vaksin. Namun khusus untuk Indonesia, ada satu syarat tambahan yakni faktor kehalalan.
"Untuk Indonesia ada tambahan aspek kehalalan. Di sini karena akan digunakan untuk manusia, aspek kehalalan juga menjadi pertimbangan penting," katanya saat berbincang bersama Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional Reisa Broto Asmoro, beberapa waktu lalu.
Mahardika melanjutkan, Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Untuk itu, dalam proses pembuatan dan peredaran vaksin di Indonesia tidak hanya melibatkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) tetapi juga Majelis Ulama Indonesia (MUI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menyatakan bahwa aman atau tidak, vaksin melalui proses sangat panjang. Ada tiga hal yang harus dipastikan yakni aspek kualitas, aspek daya guna dan aspek keamanan.
"Untuk aspek kualitas, aspek daya guna, dan aspek keamanan, tidak ada kompromi sama sekali. Untuk vaksin yang aman atau tidak aman harus melalui proses yang sangat panjang, termasuk untuk vaksin pandemi ini. Semuanya sesuai proses seharusnya, hanya proses regulasinya yang dipercepat," katanya.
Mahardika lantas merinci persyaratan keamanan vaksin. Syarat pertama, berdaya guna, artinya orang yang mendapatkan vaksin menjadi kuat sehingga menjadi kebal terhadap virus.
Kedua, vaksin haruslah aman. Untuk menguji aspek aman tersebut, kandidat vaksin akan terus menerus diuji dan dievaluasi.
"Vaksin diuji dari masa pra klinis pada hewan, fase satu dengan melibatkan puluhan relawan, fase dua dengan melibatkan ratusan relawan dan fase tiga dengan ribuan relawan. Itu semuanya, tidak bisa dikompromikan. Lebih-lebih pada fase tiga ketika melibatkan lebih dari ribuan orang," tegasnya.
Setelah dinyatakan lulus seluruh uji, vaksin akan memperoleh syarat untuk dapat diedarkan kepada masyarakat luas. Bahkan, vaksin yang telah beredar pun akan terus dievaluasi.
"Setelah divaksin, orang itu akan kembali ke masyarakat terus [akan] terpapar penyakit di lapangan. Nah ini harus tidak ada respons yang berbahaya."
Persyaratan ketiga adalah kemurnian dari vaksin. Vaksin tidak boleh terkena cemaran, baik cemaran bakteri, jamur ataupun cemaran lainnya yang tidak diharapkan. Kemurnian vaksin juga mencakup content atau kandungannya.
"Bahwa isinya memadai, isinya cukup dan baku, juga standar untuk vaksin yang diharapkan."
Dia menyebutkan bahwa untuk menjamin proses keamanan tersebut, proses pembuatan vaksin akan selalu dikenai audit. Audit akan dilakukan baik untuk vaksin yang diproduksi sendiri maupun vaksin produksi dari luar negeri.
"Jadi untuk yang disebut aman, itu prosesnya sangat panjang. Jadi kalau kita divaksin, tidak selesai atau tidak cukup itu saja. Nanti setelah beredar di masyarakat pun, selama bertahun-tahun akan dimonitor terus, diaudit terus menerus, sehingga vaksin ini benar-benar aman bagi masyarakat," tegasnya.
(ang/fef)