Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mendukung terbukanya ruang dialog antara Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dengan pemerintah.
"Seharusnya para pembantu Presiden mengambil inisiatif untuk membangun dialog. Enggak usah gengsi-gengsi, sudah enggak zamannya lagi gengsi-gengsian," kata Nasir, Kamis (12/11).
Nasir mengatakan dialog dalam rangka mewujudkan rekonsiliasi merupakan hal penting demi nasib bangsa di masa mendatang. Menurutnya, rekonsiliasi juga menjadi harapan seluruh masyarakat Indonesia demi mewujudkan kerukunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasir menuturkan, rekonsiliasi lewat dialog bisa merukunkan kembali masyarakat yang sempat berbeda pandangan politik akibat penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 lalu.
"Apa yang disampaikan Habib Rizieq mencerminkan keinginan masyarakat agar di paruh kedua pemerintahan Jokowi ini [ada] upaya untuk merukunkan sisa-sisa Pilpres, Pilkada DKI Jakarta yang masih terasa. Memang tidak ada jalan lain, bangunlah dialog untuk melihat persamaan," ujar anggota Komisi II DPR RI itu.
Dia menambahkan, beberapa topik yang bisa dibahas dalam dialog antara Rizieq dengan pemerintah seperti masalah penegakan hukum, komunisme, hingga tenaga kerja asing.
Terkait hukum, menurutnya, salah satu hal yang perlu didialogkan ialah cara agar hukum tidak tajam ke orang atau kelompok yang berada di luar atau kerap mengkritik kebijakan pemerintah.
"Barangkali dialog itu soal hukum tidak tajam ke kelompok atau orang di luar pemerintah atau yang kritik kebijakan pemerintah," katanya.
"Itu yang harus didialogkan soal isu yang sangat sensitif isu PKI [Partai Komunis Indonesia], tenaga kerja asing dari China," imbuh Nasir.
Sebelumnya, Rizieq mengatakan pihaknya siap melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah. Rizieq pun mendesak dibukanya pintu dialog untuk membicarakan rencana rekonsiliasi tersebut.
"Mana mungkin rekonsiliasi bisa digelar kalau pintu dialog tidak dibuka. Buka dulu pintu dialognya, baru bisa rekonsiliasi. Tak ada rekonsiliasi tanpa dialog, dialog itu penting," kata Rizieq dikutip dari video di kanal YouTube FrontTV, Rabu (11/11).
Rizieq mengaku sudah menawarkan dialog dengan pemerintah ketika menggelar tabligh akbar sebelum Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Menurutnya, saat itu pihaknya siap melakukan dialog kapanpun kalau pemerintah bersedia duduk dengan para habaib dan ulama.
"Tapi apa jawaban yang diterima? Jawaban yang kami terima, bukan pintu dialog dibuka, bukan rekonsiliasi yang didapatkan, tapi yang kita dapatkan kriminalisasi ulama," ujarnya.
Kali ini, Rizieq kembali siap berdialog dengan pemerintah. Namun, ia memberikan syarat kepada pemerintah agar menghentikan kriminalisasi ulama, membebaskan para aktivis hingga pelajar yang ditangkap karena menyampaikan pendapat.
(mts/ain)