Pakar soal Acara Rizieq: Tak Bisa Dipidana Tanpa Akibat

CNN Indonesia
Kamis, 19 Nov 2020 07:59 WIB
Pakar hukum menyebut Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan yang terkait kasus acara Rizieq Shihab bisa dikenakan jika ada akibat berupa kedaruratan kesehatan.
Eks Ketua MK Hamdan Zoelva menyebut kasus kerumunan di acara Rizieq Shihab mesti dibuktikan memicu kedaruratan kesehatan. (Foto: Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan jerat pidana bagi pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) baru bisa diterapkan jika ada bukti kedaruratan kesehatan masyarakat yang ditimbulkan.

Hal itu dikatakannya terkait proses hukum terhadap kerumunan massa di acara Maulid Nabi sekaligus pernikahan putri Rizieq Shihab, di Petamburan, Jakarta, Sabtu (14/11).

Polisi kemudian memeriksa sejumlah saksi, termasuk Gubernur DKI Anies Baswedan dan panitia penyelenggara acara. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebutkan para saksi dipanggil lantaran ada dugaan tindak pidana dalam gelaran acara tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dugaan tindak pidana Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan," ucap Argo, beberapa waktu lalu.

Hamdan menyebut Pasal 93 ini dapat dikenakan hanya jika sudah ada akibatnya lebih dulu.

"Cuma memang pasal pidananya itu harus ada akibatnya. Kalau enggak ada akibatnya, enggak bisa," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (18/11).

"[Akibatnya] sehingga menimbulkan kedaruratan masyarakat. Menimbulkan kedaruratan masyarakat enggak [tindakannya]? Harus dibuktikan," lanjut dia.

Pasal 93 Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sendiri mengatur sanksi pidana pelanggaran kekarantinaan kesehatan.

"Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000," tulis pasal tersebut.

Pasal 9 Ayat (1) sendiri mengatur bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

"Karantina kesehatan itu ada karantina wilayah dan karantina di pintu masuk," jelas Hamdan.

Bentuk kekarantinaan kesehatan di pintu masuk dan di wilayah diatur dalam Pasal 15 UU tersebut. Salah satu bentuknya ialah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Selain itu, kedaruratan kesehatan masyarakat diatur dalam Pasal 1.

"Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau ditandai penyebaran penyakit menular," demikian bunyi pasal itu.

Infografis Daftar Sanksi Gubernur DKI untuk Pelanggar PSBBInfografis Daftar Sanksi Gubernur DKI untuk Pelanggar PSBB. (v)

"dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara," lanjut pasal tersebut.

Hamdan mengatakan jeratan hukum pelanggar PSBB sesungguhnya juga diatur oleh Peraturan Gubernur DKI Jakarta terkait PSBB. Namun, sanksi pada UU Kekarantinaan Kesehatan jauh lebih kuat dan mengikat.

Diketahui, pasal pidana bisa termasuk delik formil atau delik materil. Perbedaannya ialah delik formil dikenakan tanpa perlu ada akibatnya, sementara delik materil masih memerlukan akibat dari suatu perbuatan sebelum bisa dikenakan.

(fey/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER