Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus membuka peluang untuk mengembangkan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap beberapa perusahaan ekspor lobster lain terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi izin ekspor benih lobster atau benur yang melibatkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Dalam perkara ini, seorang pentolan perusahaan sudah ditetapkan sebagai satu dari tujuh tersangka, yaitu Direktur PT DPP, Suharjito selaku pihak pemberi suap.
"Pengembangan kasus karena baru satu perusahaan yang ditengarai melakukan penyuapan terhadap saudara EP, sementara yang kita ketahui ada beberapa perusahaan lain, tentu kami akan mengembangkan kepada perusahaan lain," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nurul menjelaskan KPK mulai mengendus temuan kasus ini sejak 22-24 Agustus lalu. Kendati demikian, Nurul tidak ingin menjelaskan secara rinci mekanisme pencarian temuan itu.
"Saat ini yang menjadi poin kan suap dari PT DPP kepada jajaran pejabat di KKP, baik menteri sampai pada tim dan lain-lain, dan itu baru pintu masuk. Selanjutnya kami kembangkan ke dugaan korupsi lain, mungkin modusnya sama tetapi dilakukan oleh perusahaan lain," jelasnya.
Selain itu, Nurul mengaku pihaknya bakal meneruskan pemeriksaan dengan memanggil semua pihak yang sekiranya terlibat. Ia menyebut pihak-pihak yang mengetahui atau kemudian mengalami baik melihat mendengar ataupun mengalami secara langsung atas tindak pidana suap ekspor lobster ini bakal segera diperiksa.
Ia pun tak menutup kemungkinan akan memeriksa kader partai maupun penyelenggara negara lain yang terlibat. Kendati demikian, Nurul belum bisa memastikan apakah pemeriksaan terhadap kader partai bakal terjadi.
"Kami tidak melihat itu sebagai entah kader partai ataupun tidak, penyelenggara negara atau bukan, yang jelas di hadapan KPK warga negara sama dan berhak dipanggil," kata dia.
Selanjutnya, KPK, kata Nurul, bakal melakukan koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana ini. Sedikitnya ada Rp9,8 miliar dana yang ditemukan KPK terkumpul dalam satu ATM berkaitan dengan kasus benur korupsi ini. Kendati demikian, Nurul belum bisa memastikan asal muasal aliran dana di ATM tersebut.
Sebab, dalam polemik izin ekspor benur ini, Edhy telah memberi restu kepada 40 perusahaan. Oleh karena itu, KPK akan terus mendalami apakah dana tersebut memang dari 40 perusahaan atau hanya sebagian perusahaan yang terdaftar saja.
"Tentu kemudian perhitungannya menjadi sangat masif nanti kerugian negaranya, karena seharusnya negara dapat income yang lebih dari itu tapi faktanya tidak. Kami akan terus bekerjasama dengan PPATK untuk menghitung karena PPATK telah profiling perusahaan lain selain PT DPP yang saat ini ditangani KPK," jelasnya.
![]() |
Sebelumnya, dalam jumpa pers pada Rabu (25/11) tengah malam, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyebut pihaknya akan terus menelusuri aliran dana berkaitan dengan kasus korupsi terkait perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya di KKP.
Apalagi dalam polemik izin ekspor benur ini, Edhy Prabowo telah memberi restu setidaknya kepada 40 perusahaan. Oleh karena itu, KPK akan terus mendalami apakah dana tersebut memang dari 40 perusahaan atau hanya sebagian perusahaan yang terdaftar saja
"Dari tahapan pemeriksaan yang dilakukan hari ini, kita belum bisa menyimpulkan apakah Rp9,8 miliar itu memang full dari 40 perusahaan yang ada ini atau hanya dari beberapa perusahaan saja," kata Nawawi saat menggelar konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (25/11) tengah malam.
Dugaan aliran dana ke berbagai partai politik pun, kata Nawawi, masih dalam tahap penelusuran. KPK, kata Nawawi, masih memerlukan waktu untuk mendalami hal tersebut.
"Kami akan koordinasi dengan PPATK sampai sejauh mana alirannya ya kalau memang ada sampai ke situ tentunya kita akan periksa juga," ujar pria yang berlatar belakang hakim tipikor tersebut.
Dalam kesempatan itu, KPK juga mengaku tak menutup kemungkinan adanya penambahan tersangka dalam kasus benur ini setelah tujuh orang lainnya ditetapkan, termasuk Edhy Prabowo.
Dalam gelar perkara yang dilakukan sejak Edhy dan 16 orang lainnya ditangkap pada Rabu dini hari kemarin, KPK menyimpulkan baru ada tujuh tersangka dalam kasus ini. Hal itu berkaitan dengan alat bukti yang ditemukan tim penyidik Komisi Anti Rasuah itu. Salah satu yang dilepaskan adalah istri Edhy yang juga anggota DPR dari fraksi Gerindra, Iis Rosita Dewi.
Para tersangka dalam kasus ini adalah Edhy Prabowo; stafsus Menteri KKP Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin.
Edhy Prabowo dkk selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap yang juga ditetapkan tersangka adalah Direktur PT DPP, Suharjito. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Rabu tengah malam, Nawawi mengatakan dua dari tujuh tersangka yaitu Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin itu belum berhasil diamankan pihaknya. Oleh karena itu, Nawawi meminta dua tersangka tersebut menyerahkan diri.
(khr, tst/kid)