ANALISIS

Edhy Prabowo Ditangkap, Harun Masiku Masih Jadi Ganjalan KPK

CNN Indonesia
Kamis, 26 Nov 2020 09:30 WIB
Penangkapan Edhy Prabowo dianggap mengejutkan, namun tak otomatis menghapus keraguan publik pada KPK yang sampai saat ini tak berhasil menangkap Harun Masiku.
Penangkapan Edhy Prabowo dianggap mengejutkan, namun tak serta-merta menghapus keraguan publik terhadap KPK. (CNN Indonesia/ Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/11) dini hari. Penangkapan yang dianggap mengejutkan, namun tak serta-merta menghapus keraguan terhadap KPK.

Edhy ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta setibanya dari Hawaii, Amerika Serikat. Total 17 orang dicokok KPK, termasuk istri Edhy, Iis Rosita Dewi, yang juga merupakan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra.

KPK kemudian menetapkan Edhy dan enam orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus suap izin ekspor benih lobster.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus ini menjadi operasi penangkapan kelima yang dilakukan KPK di masa kepemimpinan Firli. Penangkapan pertama dilakukan kepada Bupati Sidoarjo SaifulIlah oleh tim penindakan KPK pada Januari 2020.

Pada bulan yang sama, KPK menangani kasus penetapan pergantian antarwaktu anggota DPR 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku, buronan yang belum tertangkap hingga kini. Kasus ini, turut menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Ketiga, KPK melakukan OTT terhadap Kepala Bagian Kepegawaian Universitas Negeri Jajarta, Dwi Achmad Noor di lingkungan Kemendikbud. Namun, kasus ini akhirnya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

Lalu pada Juli, KPK menjaring Bupati Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Ismunandar. Penindakan ini berkaitan dengan dugaan korupsi dalam bentuk penerimaan hadiah atau gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan operasi tangkap tangan terhadap Edhy tak bisa begitu saja menghapus keraguan publik terhadap kinerja KPK di bawah kepemimpinan Firli.

Sebab, menurut Kurnia, sepanjang 2020 upaya penindakan oleh KPK terbilang menurun dratis. Salah satunya terlihat dari jumlah OTT yang terbilang minim.

"Itu pun masih menyisakan banyak persoalan, salah satunya Harun Masiku. Tidak hanya itu, kebijakan pembenahan kelembagaan pun tidak berhasil," kata Kurnia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (25/11).

Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo, langsung ditahan usai diperiksa, di Gedung KPK  Merah Putih, Jakarta, Rabu (25/11/2020). Edhy Prabowo ditahan setelah sebelumnya dijemput oleh petugas KPK dari bandara bersama Isterinya yang juga anggota DPR Komisi V Fraksi Gerindra Iis Rosita Dewi, Wakil Ketua Komisi VI DPR Fraksi Gerindra Haikal Bawazier dan sejumlah pihak, selepas lawatan ke Amerika. Edhy Prabowo ditangkap diduga terkait suap penetapan calon Eksportir benih Lobster. CNN Indonesia/ Andry NovelinoKPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih Lobster. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Ketidakberhasilan pembenahan kelembagaan yang dimaksud itu yakni Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK. Kurnia menyebut aturan tersebut justru bertentangan dengan Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019.

Dia menuturkan bahwa sistem penindakan di lembaga antirasuah itu telah berubah sejak UU KPK baru resmi diberlakukan. Kini, kata Kurnia, proses penindakan menjadi lebih demokratis karena ada Dewan Pengawas.

"Ditambah lagi dengan sebagian besar pimpinan yang rasanya tidak menaruh perhatian serius untuk menguatkan kelembagaan KPK sendiri," ujarnya.

Kurnia menilai OTT terhadap Edhy hanya awal dari rangkaian proses hukum yang nantinya akan berjalan.

"Tentu jika ingin mengukur keberhasilan, mesti dilihat, apakah penindakan ini dapat membongkar praktik korupsi tersebut secara menyeluruh atau tidak," ucap Kurnia.

Meski demikian, Kurnia menyampaikan bahwa ICW turut mengapresiasi kerja tim penyidik KPK yang telah berupaya secara maksimal dalam penangkapan Edhy.

"Di tengah kesulitan karena berlakunya UU KPK baru, namun tetap mampu meringkus Edhy Prabowo," katanya.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.

Feri menilai penangkapan Edhy tak lantas bisa menghapus keraguan publik terhadap KPK di bawah kepemimpinan Firli.

"Publik tidak ragu dengan Novel dkk, tapi ragu dengan Firli dan UU KPK," ucapnya.

Feri pun berharap KPK mampu membongkar kasus korupsi yang melibatkan Edhy ini hingga tuntas. Dengan cara itu, menurutnya, KPK bisa menunjukkan keseriusannya dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Firli harus membuktikan bahwa KPK di bawah kepemimpinannya bukanlah KPK di bawah kendali pemerintahan," kata Feri.

Di sisi lain, Feri turut mengapresiasi kinerja tim KPK dalam OTT kali ini. Bahkan, Feri menyebut OTT kali ini terbilang mengejutkan.

"Rupanya masih mampu melakukan sesuatu, karena publik menganggap penindakan KPK telah mati suri," ujarnya.

Edhy Prabowo sendiri telah mengundurkan diri dari jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan. Dia juga mundur dari posisi wakil ketua umum Partai Gerindra. Dia meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Saya mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia khusus masyarakat perikanan yang mungkin banyak yang terkhianati," ujarnya setelah ditetapkan sebagai tersangka.

(dis/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER