Nama Ali Ahmad alias Ali Kalora mencuat setelah polisi menduga kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) jadi dalang di balik aksi teror di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Kelompok teroris pimpinan Ali Kalora itu disebut membantai satu keluarga dan membakar tujuh rumah di Desa Lemban Tongoa, Sigi. Empat orang tewas akibat aksi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali Kalora menggawangi pergerakan MIT setelah Santoso tewas dan kemudian Basri ditangkap Satgas Tinombala pada 2016 setelahnya.
Pada 2016 itu pulalah kepemimpinan MIT beralih padanya.
Memang tak setenar Santoso, tapi Ali Kalora juga bukan nama baru di jaringan teroris MIT. Nama dia sudah disebut dan digadang-gadang bersama Basri untuk menjadi penerus Santoso.
Ali disebut memiliki kemampuan gerilya dan mempertahankan diri. Lahir dan lama di Poso juga membuat dia dipercaya menjadi penunjuk arah dan jalan di hutan kampung halamannya tersebut.
Aparat memperkirakan selama ini Ali Kalora bersembunyi di hutan-hutan di kawasan antara Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong. Ia bergabung dengan MIT pada 2011 silam. Tak berselang lama, Ali langsung terlibat serangkaian aksi teror di wilayah Poso, Sulawesi Tengah.
Tapi menurut pengamat teroris, Ali belum sampai terjun ke medan perang. Sementara Tito Karnavian saat masih menjabat Kapolri sempat menyebut bahwa kemampuan kepemimpinan Ali berbeda dengan Santoso dan Basri. Termasuk soal militansi dan spesialisasi.
Aksi pertama yang dilakukannya disebut mengakibatkan dua aparat kepolisian meninggal. Teror ini terjadi pada 25 Mei 2011 silam. Ali bersama beberapa anggota MIT melakukan penyerangan dan penembakan ke polisi di Jalan Eni Saenal.
Tak berhenti di situ, pada 2012 ia berturut-turut melakukan aksi teror. Korbannya kebanyakan warga biasa yang tewas di tempat.
Dimulai pada 26 Agustus 2012, Ali terlibat aksi penembakan terhadap warga atas nama Noldy Ambulando di Desa Sepe, Poso, Noldy tewas setelah diberondong peluru Ali Kalora.
Teror Ali belanjut pada 29 September 2012. Ia dipercaya ikut dalam aksi peledakan bom di Desa Korowou, Kabupaten Morowali. Kemudian pada 10 Oktober 2012 Ali kembali terlibat dalam aksi peledakan bom di Kelurahan Kawua, Kabupaten Poso.
![]() |
Tak puas melakukan teror bom, pada 16 Oktober di tahun yang sama ia melakukan serangkaian pembunuhan terhadap dua anggota Polres Poso yaitu Briptu Andi Sappa dan Brigadir Sudirman di dusun Tamanjeka, Kabupaten Poso.
Jejaknya mengalir, Ali lantas terlibat dalam peledakan bom di Desa Pantangolemba, Kabupaten Poso. Dia kemudian melakukan penyerangan di Mapolsek Poso Pesisir Utara. Dalam kejadian ini memang tak ada korban jiwa.
Ali juga sempat melakukan penculikan pada 9 Desember 2014 silam. Dia bersama kelompoknya menculik warga atas nama Obet Sabola dan pamannya Yunus Penini di Desa Sedoa, Kabupaten Poso.
Tak hanya menculik, Ali juga sempat melakukan penyanderaan sekaligus pembunuhan pada 27 Desember 2014, dua warga Desa Tamandue, Kabupaten Poso meninggal dalam kejadian ini.
Kemudian pada 2015, gaya teror Ali berubah. Dia mulai melancarkan aksi membunuh dan memutilasi tubuh korban.
Kejadian mutilasi pertama Ali yang diketahui aparat terjadi pada September 2015. Mutilasi dilakukan terhadap 3 warga di Kabupaten Parigi Moutong.
Lantas menyusul itu, aksi serupa juga dilakukan terhadap warga Desa Salubanga, Parigi Moutong bernama Ronal Batua alias Anang. Ali bahkan tak segan menembak polisi yang sedang mengevakuasi jasad warga di Desa Salubanga.
Akibat kejadian tersebut, dua polisi mengalami luka tembak namun berhasil diselamatkan.
Kini Ali kembali melancarkan aksinya hingga mengakibatkan empat warga Sigi tewas. Tak hanya aparat kepolisian melalui Satgas Tinombala, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga turut menerjunkan pasukan khusus guna membantu Satgas Tinombala memburu dan menyergap Ali Kalora dan kelompoknya.
(tst/nma)