Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin menyatakan, kriteria waktu subuh di Indonesia pada posisi matahari minus 20 derajat sudah benar dari sisi fikih maupun sains.
Hal itu ia katakan untuk merespons hasil kajian Majelis Tarjih Muhammadiyah yang mengatakan bahwa waktu subuh pada posisi minus 18 derajat lebih akurat.
"Kementerian Agama melalui Tim Falakiyah menyepakati bahwa kriteria waktu Subuh pada posisi matahari -20 yang digunakan dalam pembuatan jadwal salat Kementerian Agama sudah benar sesuai fikih dan sains," kata Kamaruddin dalam keterangan resminya, Senin (21/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kamaruddin mengatakan, kajian tersebut sudah disusun oleh Tim Falakiyah Kemenag yang terdiri atas pakar Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan universitas Islam di seluruh Indonesia. Tak hanya itu, tim ini juga terdiri dari pakar falak PBNU, Persis, PUI, dan Al-Irsyad.
"Kriteria tersebut berdasarkan hasil observasi rukyat fajar yang dilakukan oleh Tim Falakiyah Kemenag di Labuan Bajo pada tahun 2018 dan juga hasil observasi rukyat fajar di Banyuwangi yang dilakukan oleh peneliti dari Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama," kata dia.
Melihat perbedaan itu, Kamaruddin mengimbau umat Islam tidak ragu menggunakan kriteria waktu Subuh yang diterbitkan Kemenag.
"Kami sampaikan kepada masyarakat untuk tidak ragu menggunakan jadwal salat yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama RI," kata dia.
Sebelumnya, hasil Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31 telah memberikan koreksi waktu subuh untuk Indonesia, dari yang semula posisi matahari di ketinggian minus 20 derajat menjadi minus 18.
Melalui keputusan itu, Munas Tarjih Muhammadiyah menyatakan waktu subuh di Indonesia diundur sekitar 8 menit. Contohnya, bila waktu Subuh di Indonesia Bagian Barat (WIB) menunjukkan pukul 03.50 WIB, maka awal waktu subuh mundur 8 menit menjadi 03.58 WIB.
(rzr/psp)