Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mendukung rencana pemerintah mengaktifkan polisi siber di media sosial guna menanggulangi hoaks. Akan tetapi, Said Aqil menilai polisi siber hanya perlu diaktifkan sementara waktu.
"Untuk sementara, untuk sementara untuk menangkal hoaks dan sebagainya itu perlu. Untuk sementara sekarang saya dukung," kata Said saat ditemui di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (29/12).
Said lantas bercerita bahwa dirinya sudah merasakan sendiri dampak negatif yang ditimbulkan dari media sosial. Menurutnya, banyak konten bertebaran di media sosial yang kerap kali disertai narasi adu domba, perundungan, hingga informasi palsu atau hoaks.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena memang saya rasakan luar biasa, adu domba, bully, berita bohong melalui medsos alat digital yang kita miliki. Untuk sementara saya dukung pemerintah tetapkan polisi siber," kata dia.
Said Aqil menilai polisi siber memang perlu diaktifkan pemerintah. Akan tetapi, pengawasan perlu diperlonggar ketika masyarakat sudah mulai dewasa dan bijaksana dalam menggunakan media digital dengan baik.
Pemerintah juga bisa mencabut kebijakan polisi siber secara keseluruhan bila nantinya masyarakat sudah benar-benar bijak dalam menggunakan media sosial.
"Nanti kalau sudah mapan, dewasa, udah sadar betul apa artinya, apa manfaatnya kita pegang HP, nah itu bisa dicabut," kata Said.
Wacana pengaktifan polisi siber diungkapkan pertama kali oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Hal itu dilakukan guna menyikapi hoaks yang marak di media sosial.
"Jadi saya katakan kita aktifkan polisi siber, bukan membentuk, (tapi) aktifkan, karena polisi siber kita gampang, kok," kata Mahfud seperti dikutip dari kanal YouTube Dewan Pakar KAHMI Official, Senin (28/12).
Rencana Mahfud ditentang oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Peneliti KontraS Rivanlee Anandar menilai polisi siber hanya membuat kebebasan berpendapat masyarakat semakin terkekang.
Dia yakin kebijakan tersebut akan banyak masyarakat yang sungkan mengkritisi pemerintah di media sosial. Padahal kinerja pemerintah memang harus diawasi oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Orang-orang akan enggan berkomentar tentang kebijakan negara, itu akan semakin minim ke depan, karena kalau mengkritisi negara itu kerap kali dituduh melawan negara atau di stigma menjadi kelompok tertentu," kata Rivan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (28/12).
(rzr/bmw)