Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi memastikan jenis atau merek yang akan digunakan untuk program penyuntikan vaksin virus corona (Covid-19) tahap awal di Indonesia adalah buatan perusahaan China, Sinovac.
Nadia menjelaskan, saat ini Indonesia tercatat memiliki 3 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac yang didatangkan dalam dua kali pengiriman. Pertama, pada 6 Desember 2020 lalu sebanyak 1,2 juta dosis, dan pada 31 Desember 2020 sebanyak 1,8 juta dosis.
"Jadi pakai Sinovac, yang ada dulu ya, untuk vaksinasi tahap awal ke tenaga kesehatan itu," kata Nadia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (4/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nadia memaparkan data sebaran tenaga kesehatan (nakes) terbanyak ada di Jawa Tengah dengan 177.784 orang, disusul Jawa Barat 161.143 orang, kemudian Jawa Timur 131.997 orang.
Kemudian yang menduduki peringkat ketiga terbawah sebaran tenaga kesehatan adalah Gorontalo dengan 7.134 orang, Sulawesi Barat 5.705 orang, dan Kalimantan Utara 4.949 orang.
Lihat juga:Seribu Jejak Vaksin |
Nadia menegaskan data target vaksinasi tersebut masih dinamis, dan cenderung bertambah. Pasalnya, sesuai anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO) setiap satu orang membutuhkan dua dosis vaksin. Dengan demikian, 3 juta Sinovac sudah mampu membidik 1,5 juta orang.
"Ada 1,3 juta tenaga kesehatan di 34 provinsi ya, jadi memang tahap awal untuk seluruh tenaga medis di Indonesia, bahkan mungkin bisa lebih ya, ada relawan, seperti itu," ujar Nadia.
"Ada lebih dari target itu untuk buffer stock," imbuhnya.
Adapun 3 juta dosis vaksin itu telah memasuki proses distribusi ke 34 Provinsi Indonesia sejak Minggu (3/1) kemarin. Meskipun demikian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hingga hari ini belum menerima data uji klinis interim dari tim FK Unpad sehingga belum bisa mengeluarkan izin darurat penggunaan (emergency use authorization/EUA).
Dihubungi terpisah, Manajer Lapangan Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 dari FK Unpad Eddy Fadlyana pihaknya menjanjikan menyerahkan laporan interim tiga bulan itu ke BPOM pekan ini.
"8 Januari kami serahkan [laporan interim] ke BPOM," kata Eddy kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/1).
Eddy menerangkan laporan tiga bulan itu merupakan hasil penelitian yang berisi data keamanan subjek uji klinis yang diamati setelah dua kali penyuntikan; data imunogenisitas atau kemampuan vaksin membentuk antibodi; dan data efikasi vaksin atau kemampuan vaksin melindungi orang yang terpapar virus menjadi tidak sakit.
Dan dalam laporan triwulan tersebut, pihaknya hanya menyertakan sebanyak 540 orang atau sampel dari total 1.620 orang relawan uji klinis secara keseluruhan.
Terkait EUA, Juru Bicara Vaksinasi dari BPOM Lucia Rizka Andalusia sebelumnya juga menjelaskan bahwa sesuai kebijakan WHO, bahan yang akan dijadikan perhitungan efikasi adalah hasil uji klinis tahap I dan II, serta hasil uji klinis interim tahap III.
Uji klinis interim tahap III merupakan hasil monitoring efikasi selama tiga bulan pertama vaksin disuntikkan pada relawan.
Kendati demikian, Lucia menegaskan uji klinis tetap akan dilanjutkan setelah pemberian EUA sampai pengamatan enam bulan ke depan. Ia juga mengaku standar yang dipakai BPOM dalam menetapkan EUA tidak lari dari pakem yang sebelumnya telah ditetapkan juga oleh BPOM Amerika Serikat (FDA) dan Eropa (EMA).
(khr/kid)