Kepala bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono menegaskan pihaknya tidak pernah menginstruksikan warga untuk meninggalkan Mamuju, Sulawesi Barat usai wilayah tersebut diguncang gempa magnitudo 6,2.
Ia menegaskan isu beredarnya teks percakapan dalam aplikasi pesan instan yang menyatakan BMKG menginstruksikan warga meninggalkan Mamuju merupakan kabar bohong alias hoaks.
"BMKG hanya mengeluarkan imbauan terkait arahan evakuasi untuk menyelamatkan diri, bukan eksodus meninggalkan Mamuju. Informasi ini tidak benar dan dapat dikategorikan sebagai berita bohong (hoaks)," kata Daryono dalam keterangan resminya, Senin (18/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Puluhan Sekolah di Sulbar Rusak Akibat Gempa |
Daryono mengakui bila gempa susulan berpeluang masih terus terjadi pasca terjadinya gempa dengan magnitudo kuat. Terlebih, hasil monitoring BMKG hingga Senin 18 Januari 2021 pagi masih tercatat sebanyak 38 kali gempa di Majene dan Mamuju.
Melihat hal itu, ia meminta masyarakat Majene dan Mamuju mewaspadai kemungkinan gempa susulan dengan kekuatan yang signifikan.
"Masyarakat yang tempat tinggalnya sudah rusak atau rusak sebagian, diimbau untuk tidak menempati lagi karena jika terjadi gempa susulan signifikan dapat mengalami kerusakan yang lebih berat bahkan dapat roboh," kata dia.
Selain itu, Daryono mengimbau agar warga yang tinggal di pesisir pantai segera evakuasi mandiri menjauh dari pantai. Mengingat, pesisir Majene pernah terjadi bencana Tsunami pada tahun 1969 silam.
![]() |
Menurutnya, tindakan ini akan efektif menyelamatkan nyawa masyarakat pesisir karena waktu penyelamatan Tsunami sangat singkat
"Dengan cara menjadikan gempa kuat yang dirasakan di pantai sebagai peringatan dini Tsunami," kata dia.
Tak hanya itu, Daryono mengimbau bagi masyarakat yang tinggal di kawasan perbukitan atau yang melewati jalan di tepi tebing curam untuk waspada. Sebab, potensi gempa susulan signifikan dapat memicu terjadinya longsoran dan runtuhan batu (rock fall).
"Kondisi tersebut juga sangat berisiko terlebih lagi saat ini musim hujan yang dapat memudahkan terjadinya proses longsoran karena kondisi tanah lereng perbukitan basah dan labil setelah diguncang dua kali gempa kuat," kata Daryono.