LIPUTAN KHUSUS

Kisah-kisah Sunyi Pemakaman Korban Pandemi

Melani Putri | CNN Indonesia
Senin, 01 Feb 2021 12:00 WIB
Beberapa orang harus rela jenazah keluarganya ditangani hingga dimakamkan oleh orang lain, karena meninggal berstatus positif atau suspek Covid-19.
Ilustrasi (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia --

Yusuf (55) -bukan nama sebenarnya- duduk terkulai di ruang tamu rumahnya, kawasan Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat. Di hadapannya, tumpukan buku yasin tergeletak.

Beberapa toples kue kering, satu dus air mineral kemasan, serta beberapa sisir pisang berjejer untuk para tamu yang melayat.

Yusuf baru saja kehilangan sang istri menjelang awal tahun 2021. Sang istri, Indah (50) -bukan nama sebenarnya- meninggal setelah mengalami sesak napas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut cerita Yusuf, Indah awalnya hanya batuk-batuk kering. Gejala awal tersebut kemudian bertambah parah setelah sepekan dibiarkan. Indah merasa sesak, tak bisa makan, dan lemas hingga tak bisa bangun dari tempat tidur.

Pada 10 Desember 2020, Indah dibawa ke sebuah puskesmas di Bandung. Setelah menjalani rapid tes antibodi dan reaktif Covid-19, Indah lalu dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).

"Di RSHS swab dan hasilnya positif, saya optimis waktu itu istri saya bisa sembuh karena bukan komorbid," kata Yusuf kepada CNNIndonesia.com di rumahnya, akhir Desember 2020.

Sepekan lebih Indah menjalani perawatan, hasilnya tak kunjung membaik. Ia mendapat diagnosis bronkhitis positif virus corona. Indah wafat pada 22 Desember 2020.

Yusuf tak bisa menerima. Menurutnya, sang istri tak pernah berpergian ke luar rumah, seperti dirinya yang bekerja. Rasa tak terima bertambah ketika dirinya tak diizinkan memandikan dan mensalatkan jenazah mendiang belahan jiwanya tersebut.

Ia sempat meminta kepada pihak rumah sakit agar dirinya bisa ikut memulasarkan jenazah Indah ketika mengisi surat keterangan kematian, namun tetap tak diizinkan.

"Tetap enggak bisa, pihak RS bilang SOP pemulasaran jenazah Covid-19 dilakukan di RS, berat saya terima itu," ujarnya.

Yusuf juga tak bisa berada di ambulans yang membawa istrinya. Ia hanya mengikuti di belakangnya dengan sepeda motor bersama keluarga dan kerabat lainnya.

Indah dimakamkan di TPU Khusus Covid-19 di Cikadut, Jatihandap. Yusuf hanya bisa melihat jenazah istrinya yang berada di dalam peti dari kejauhan. Kesedihan dan penyesalannya kian menggunung.

"Saya enggak bisa lihat wajahnya untuk terakhir kali. Kalau diberi kesempatan kedua, saya enggak akan bandel keluyuran dengan teman-teman di akhir pekan dan istri saya enggak akan kena Covid-19, dia akan di sini mendampingi saya," kata Yusuf.

Selepas pemakaman sang istri, Yusuf juga tak menggelar tahlilan dengan mengundang keluarga dan tetangganya. Namun, ia tetap mempersilakan jika ada tetangga yang datang membacakan Surat Yasin untuk istrinya.

"Enggak ada yasinan, kalau mau berdoa di sini boleh, tapi kita enggak ngundang, yasinan sendiri aja," ujarnya.

Cerita lainnya datang dari Surabaya. Seorang karyawan swasta, Girarda (29), menceritakan pengalaman harus merelakan calon suaminya berpulang setelah positif Covid-19.

Girarda akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat. Rencananya untuk mengikat janji sehidup semati itu pun kandas.

Dari ruangan isolasi di sebuah rumah sakit khusus Covid-19 di Surabaya, ia harus menerima kenyataan pahit bahwa kekasihnya telah tiada.

"Waktu itu adiknya menelpon, ngabarin mas [panggilan akrab mendiang] wafat. Dari telepon itu saya rasanya masih enggak percaya," kata Girarda.

Girarda juga dinyatakan positif Covid-19. Ia menjalani isolasi di rumah sakit. Girarda pun tak bisa melihat calon kepala rumah tangganya itu untuk terakhir kalinya.

[Gambas:Video CNN]

Ia baru menerima kenyataan telah ditinggal kekasihnya itu ketika surat keterangan kematian yang ditandatangani pihak keluarga tercantum nama calon suaminya.

"Saya gak bisa lihat dia karena posisi saya juga sakit, rasanya seperti petir di siang hari," ujarnya.

Girarda harus menahan pilu karena tak bisa mengantar kepergian kekasihnya itu. Upacara pemakaman (misa pemakaman), yang biasa dilakukan ketika penganut katolik meninggal, pun tak digelar.

Misa pemakaman biasanya dihadiri keluarga dan orang-orang terdekat. Misa dilangsungkan di gereja oleh pendeta, membacakan doa, dan penghormatan terakhir untuk mendiang.

Semua ritual itu tak berlaku. Jenazah kekasihnya itu harus segera dikuburkan dengan protap Covid-19, tanpa doa-doa syahdu di gereja, tanpa diantar oleh keluarga. Pemakaman pun berlangsung singkat.

Menurutnya, upacara pemakaman sendiri erat kaitannya dengan penghormatan terhadap almarhum. Ibaratnya, seperti mengantarkan almarhum bertemu dengan Yang Maha Kuasa.

"Itu semua enggak ada, pemakaman apa-apa, kita doa dari rumah, saya merasa berat sekali tak bisa mengantarkan mas sampai akhir," kata Girarda.

Infografis lahan makam kian menipis

Semata Wayang Hilang

Sama seperti Yusuf dan Girarda. Arisman (33), warga Jakarta, juga harus melepas kepergian anak semata wayangnya yang positif virus corona tanpa bisa mengantarnya.

Arisman tak pernah menduga anak perempuannya itu harus pergi meninggalkannya begitu cepat. Ia bahkan merasa masih dalam mimpi setelah kehilangan sang anak yang baru ia daftarkan PAUD tersebut.

Anaknya itu masih berusia 5 tahun. Ia tiba-tiba demam dan sesak napas. Arisman menganggap anaknya itu hanya kelelahan usai bermain. Ia lantas memberikan obat pereda demam.

"Tapi besok paginya, dia enggak bisa bangun," kata Arisman parau dari seberang telepon.

Ikhlas Kehilangan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER