Kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia tembus 1.012.350 kasus per hari ini, Selasa (26/1). Lonjakan mencapai 1 juta kasus itu terjadi di tengah minimnya penerapan testing, tracing dan treatment (3T).
3T sendiri merupakan strategi yang harus dilakukan untuk memerangi pandemi Covid-19. Namun hampir 11 bulan sejak kasus pertama diumumkan, pemerintah belum maksimal melakukan upaya tersebut.
Mengutip situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tracing adalah upaya mengidentifikasi, menilai dan mengelola orang-orang yang terpapar suatu penyakit untuk mencegah penularan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini dilakukan dengan mengindentifikasi orang yang kontak dengan pasien terkonfirmasi positif selama 2-14 hari sebelum gejala. Kontak erat dari pasien terkonfirmasi positif kemudian dihubungi, dipantau kesehatannya, dan diminta melakukan isolasi mandiri.
Untuk menjalankan upaya tracing dibutuhkan sumber daya manusia dan kapasitas infrastruktur yang memadai. Namun dengan kasus harian yang terus meningkat, penelusuran kontak jadi kian melambat.
Tania (bukan nama sebenarnya), seorang pegawai swasta yang berdomisili di Jakarta Selatan menceritakan proses penelusuran kontak ketika dirinya terpapar Covid-19. Proses itu memakan waktu cukup panjang.
Ketika mendapati dirinya positif, Tania langsung melaporkan diri ke Puskesmas terdekat. Petugas Puskesmas meminta Tania mengidentifikasi kontak eratnya selama 14 hari dan anggota keluarga yang tinggal serumah.
Tujuannya agar kontak erat tersebut bisa melakukan pemeriksaan swab secara cuma-cuma sebagai upaya tracing. Namun jumlah kasus yang meningkat di tempat tinggalnya membuat jadwal pemeriksaan terlampau lama.
"Aku lapor positif hari Rabu. Langsung lapor hari itu juga. Tapi mereka baru bisa diperiksa Rabu minggu depannya lagi. Dan hasilnya baru keluar empat hari setelah diperiksa. Pas hasil keluar aku bahkan sudah negatif dan selesai isolasi," kata Tania kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/1).
Menurut pengalaman Tania, dibutuhkan setidaknya 11 hari untuk menyelesaikan penelusuran kasus dari satu pasien covid-19. Menurutnya, petugas Puskesmas mengatakan jadwal pemeriksaan lama karena kemampuan pemeriksaan hanya 80 orang per hari.
Sementara itu, Puskesmas dipadati rekan dan keluarga pasien yang positif covid-19 yang ingin melakukan pemeriksaan swab. Dengan laju kasus yang terus meningkat, jadwal pemeriksaan pun makin padat.
"Akhirnya banyak dari kontak eratku yang milih swab mandiri karena sudah keburu takut. Tapi ada juga yang sabar nunggu," ujar Tania.
Sementara testing adalah upaya pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari kasus Covid-19 baru. WHO menetapkan standar pemeriksaan 1:1.000 penduduk per minggu.
Dengan asumsi populasi Indonesia mencapai 267 juta jiwa, seharusnya 267 ribu orang diperiksa per minggu. Pada 10 Januari lalu, standar ini tercapai dengan angka pemeriksaan mencapai 290.764 orang.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengaku target angka pemeriksaan yang dicapai pemerintah belum merata di seluruh daerah.
Wiku mengatakan masih ada daerah yang jumlah pemeriksaannya jauh dari standar WHO. Sementara pada sejumlah daerah lain, angka pemeriksaan berkali-kali lipat di atas standar.
Wiku mengatakan pihaknya juga akan memperkuat pemeriksaan kepada kontak erat pasien covid-19. Ini untuk memastikan pendeteksian dini pada populasi yang berpotensi terpapar didapat secepat mungkin.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat menyinggung strategi pemeriksaan yang selama ini dilakukan salah sasaran . Ia menilai seharusnya pemeriksaan digencarkan pada kontak erat, bukan orang yang akan bepergian.
"Kita itu enggak disiplin, cara testing-nya salah. Testing banyak, tapi kok [kasus] naik terus. Habis yang dites orang kayak saya. Setiap mau ke presiden dites," kata dia, Rabu (20/1).
Kemudian treatment merupakan upaya perawatan bagi pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19. Caranya bisa dengan isolasi mandiri bagi yang tak bergejala atau dirawat di rumah sakit bagi yang bergejala.
WHO menetapkan keterisian tempat tidur di rumah sakit setidaknya sebesar 60 persen. Namun dengan kasus harian yang belakangan konsisten di atas 10 ribu, banyak rumah sakit di sejumlah daerah yang menembus batas tersebut.
Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Jakarta misalnya, mendapati fasilitas isolasi bagi orang tanpa gejala di Tower 8 terisi 99 persen per Jumat (22/1). Pekan lalu, tower 9 dibuka untuk memfasilitasi pasien OTG.
"Hari ini, Tower 4, 5, 6, 7 hampir 5 ribu [pasien], 82 persen terisi, sebentar lagi penuh. Ini warning untuk masyarakat luas," kata Komandan Lapangan RS Darurat Wisma Atlet Letkol Muhammad Arifin.
Tak hanya di Jakarta, keterisian RS rujukan Covid-19 di daerah lain juga terus meningkat. Kondisi tersebut terjadi di Kota Depok, Kota Semarang, Yogyakarta, Kota Madiun, Kota Surabaya, hingga Kupang.
(fey/fra)