Draf revisi undang-undang pemilihan umum (RUU Pemilu) membuka opsi pemungutan dan penghitungan suara hasil pemilu presiden, pemilu legislatif hingga kepala daerah menggunakan mekanisme elektronik atau e-Voting. Draf RUU Pemilu itu sudah masuk dalam prolegnas prioritas DPR 2021.
Aturan itu sebelumnya tak diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. UU Pemilu sebelumnya hanya mengatur pemungutan suara secara manual dengan kertas suara.
"Pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pemungutan suara dan rekapitulasi perhitungan suara secara elektronik," bunyi Pasal 481 ayat (2a) draf RUU Pemilu yang diterima CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, penggunaan hak pilih secara elektronik hanya dijadikan sebagai salah satu opsi. Sebab, pemungutan dan penghitungan suara secara manual masih menjadi mekanisme utama dalam draf RUU Pemilu.
Selain itu, pemungutan suara e-Voting dalam gelaran pilkada juga tak menjadi hal yang mutlak harus dilakukan. Sebab, Pasal 261 ayat (3) draf RUU Pemilu turut mensyaratkan penerapan e-Voting dalam pemilihan Kepala Daerah harus mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah.
"Pemberian suara secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah," bunyi Pasal 261 ayat (3) draf RUU Pemilu.
Sementara itu, rekapitulasi suara secara elektronik memungkinkan untuk dilakukan dengan mengacu pada Pasal 18 huruf m draf RUU Pemilu. Pasal tersebut memberikan tugas bagi KPU untuk membuat aplikasi sistem hitung (Situng) cepat berbasis data.
"Membuat aplikasi sistem hitung (Situng) cepat berbasis data setelah hasil sertifikat hasil rekapitulasi Pemilu yang sama dengan saksi peserta Pemilu dan Bawaslu maksimal 3 (tiga) hari, hal ini diatur dalam peraturan KPU" bunyi Pasal 18 huruf m draf RUU Pemilu.
(rzr/bmw)