Perjuangan Berhari-hari Pasien Covid Dapatkan Perawatan RS

CNN Indonesia
Jumat, 29 Jan 2021 10:53 WIB
Persoalan paling mengemuka di 11 bulan pandemi Covid-19 di Indonesia adalah persoalan rumah sakit yang mayoritas penuh.
Seorang nakes kesehatan berjalan di area RS Darurat Covid-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (16/9/2020). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta, CNN Indonesia --

Persoalan terus mengemuka dalam penanggulangan pandemi Covid-19 yang telah berlangsung 11 bulan sejak Maret 2020. Salah satunya, adalah kesulitan penderita Covid-19 untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang bisa merawatnya.

Di media sosial, kerap terdengar cerita penolakan demi penolakan yang diterima pasien dari setiap rumah sakit rujukan Covid-19 yang didatanginya.

Salah satunya, Dwi Anna Susanti yang mengaku mendatangi tujuh rumah sakit saat positif Covid-19. Namun hasilnya nihil, tak ada RS yang bisa menampung dirinya untuk dirawat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau yang saya datangi sekitar tujuh, kemudian by phone itu sekitar enam, itu belum yang dibantu teman-teman di grup SMP dan kuliah. Itu nihil, kosong semua," ujar dia yang kini telah menjadi penyintas Covid-19 dalam tayangan program Mata Najwa yang disiarkan langsung Trans7, Rabu (27/1) malam.

Dwi Anna mengenang peristiwa itu. Dia berkata mulai mencari RS setelah tiga hari dinyatakan positif Covid-19. Ia ditolak dua rumah sakit dengan dalih kondisinya dianggap belum terlalu berat.

"Saya cari-cari rumah sakit. Dua rumah sakit nolak. Saturasi saya masih bagus 93 katanya, masih bisa ditangani [isolasi mandiri]," kata dia.

Hari kelima dari setelah ia dinyatakan positif Covid-19, suami dan anaknya juga ikut positif. Hal tersebut, diakuinya, membuatnya semakin cemas. Dwi Anna kemudian mendatangi lima RS, namun tak mendapatkan tempat juga.

"Ada yang baru sampai di depan juga disuruh kembali. Enggak panjang lebar, sekuriti aja yang jawab [penuh]," imbuhnya.

Selama menunggu mendapatkan RS, Anna mengaku tak tinggal diam. Ia dan keluarganya membeli tabung oksigen dan infus sendiri. Meskipun tanpa pengalaman yang mumpuni, Anna dan keluarganya terpaksa menggunakan alat bantu pernafasan itu sendiri di rumah.

Waktu berjalan, kondisi suaminya ternyata semakin memburuk. Ia menghubungi banyak orang, terutama kerabat untuk mencarikan rumah sakit. Akhirnya, Dwi Anna hanya mendapat kamar untuk suaminya.

Tak lama, kondisi Dwi Anna ikut memburuk. Tengah malam ia dibawa ambulans ke fasilitas kesehatan yakni puskesmas, yang jauh dari rumahnya. Namun, sesampainya di sana, ia tak dibawa masuk. Dwi Anna malah dibiarkan berada di depan puskesmas semalaman.

Akibat ketidakjelasan itu, Anna meninggalkan puskesmas tersebut untuk pulang ke rumah. Sesampai di rumah, dia tak mau menyerah dan nekat membawa mobil sendiri, dengan tetap menggunakan alat bantu tabung oksigen sampai menemukan rumah sakit yang bersedia merawatnya.

Selain Dwi Anna, sulitnya mendapatkan rumah sakit untuk perawatan pasien Covid-19 juga dialami Evi Yulianti. Ia mengaku kesulitan mencari rumah sakit untuk mertuanya yang terpapar Covid-19.

"Aku sudah minta ke Dinkes, dan sekitar 30 rumah sakit lebih," kisahnya. "Ada [rumah sakit yang terima] tapi waiting list bapak dapat nomor 22."

Selama itu, sambungnya, mertuanya sempat dirawat di puskesmas selama dua hari. Padahal seharusnya, mertua Evi dirawat di ruang ICU. Mertuanya meninggal sebelum dirawat di ICU.

"Kita sudah ikhlaskan, tapi dengan fasilitas puskesmas yang seperti itu menyedihkan," tuturnya.

Berdasarkan pantauan Rumah Sakit Online Kementerian Kesehatan, setidaknya sebanyak 47 daerah di tujuh provinsi berada dalam kondisi mengkhawatirkan dengan kondisi keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) di atas 70 persen. Itulah, yang kemudian membuat para pasien, kesulitan mencari ruang rawat inap di rumah sakit.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir memutuskan untuk mengizinkan seluruh rumah sakit di Indonesia, termasuk rumah sakit swasta untuk membuka layanan pasien Covid-19, asalkan memenuhi standar Kemenkes dan memiliki sarana dan fasilitas yang memadai.

Kadir mengatakan sejauh ini sudah tercatat lebih dari 1.600 rumah sakit yang membuka layanan bagi pasien covid-19 di Indonesia. Dengan melihat ancaman lonjakan kasus pasca libur panjang Natal dan tahun baru, Kadir pun menginstruksikan sejumlah penambahan tempat tidur di rumah sakit.

(yla/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER