Epidemiolog meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggenjot jumlah tes deteksi infeksi virus corona (Covid-19) dengan kapasitas minimal 15 persen per jumlah penduduk Indonesia.
Hal tersebut merespons besaran tambahan anggaran sebesar Rp132 T yang baru-baru ini diajukan Kemenkes khusus untuk penanganan Covid-19. Diketahui, sebelumnya pemerintah telah mengalokasikan sebanyak Rp84.3 triliun untuk Kementerian Kesehatan pada APBN 2021.
"Tidak usah bandingkan dengan negara yang sudah 75 persen testing-nya. Kita lihat negara miskin saja, India. populasi lebih besar, tapi mereka sanggup testing 15 persen penduduk. Jadi kalau anggaran Covid-19 Rp132 triliun, ya tes kudu 15 persen penduduk harusnya," kata Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (3/2) siang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Windhu menerangkan dengan asumsi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa, maka jumlah tes secara kumulatif setidaknya dilakukan terhadap 41 juta penduduk di nusantara.
Sementara itu, berdasarkan data per Selasa (2/2) jumlah tes Covid-19 di Indonesia secara kumulatif berada di 6.233.289 orang. Rinciannyaadalah sepanjang 2020 pemerintah melakukan tes terhadap 4.912.745 orang, dan sebanyak 1.320.544 dilakukan sepanjang 2021 ini.
"Proporsi anggaran untuk preventif harus lebih besar jangan yang kuratif. Paling tidak sektor kesehatan 60:40, 60 persen penanganan di hulu karena kita masih 2,3 persen jumlah tesnya, ditingkatan terus agar kita bisa banyak dapat kasus, dan itu dan cepat bisa diisolasi," kata Windhu.
Terkait penanganan isolasi, Windhu meyakini tak seluruh pasien positif Covid-19 harus dirujuk ke Rumah Sakit (RS). Menurutnya RS sepatutnya hanya untuk perawatan pasien Covid-19 dengan gejala berat hingga kritis yang membutuhkan perawatan di ruang intensive care unit (ICU).
Sehingga, sambungnya, solusi terkait itu adalah memperbanyak tempat isolasi mandiri yang dipantau petugas kesehatan. Ia juga tak mengimbau pemerintah membangun fasilitas baru, melainkan hanya perlu mengalihfungsikan beberapa bangunan untuk kebutuhan isolasi itu.
"Jadi kan 45 persen kan tanpa gejala, dan yang betul-betul berat butuh RS itu sebenarnya tidak sampai 20 persen, terus 3 persen critical. Jadi yang kita butuhkan adalah tempat isolasi non-RS," kata Windhu.
Terkait rencana pengambahan anggaran Kemenkes tersebut sejatinya belum final dan masih digodok bersama Komisi IX DPR RI sejak awal pekan ini. Direktur Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan pos alokasi sasaran utama dialokasikan untuk penyelenggaraan program vaksinasi gratis pemerintah.
"Rinciannya paling banyak itu vaksin. Jadi komposisinya 13 triliun untuk penguatan 3T, vaksin dan pelaksanaan distribusinya itu Rp59 triliun. Dan untuk pengobatan perawatan yang di rumah sakit itu Rp59,6 triliun, dan ada sedikit untuk penelitian Rp0,7 triliun," kata Nadia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (3/2) pagi.
Adapun biaya insentif tenaga kesehatan dan garda terdepan lain pandemi Covid-19 ini masuk dalam kategori pengobatan dengan jumlah Rp59,6 triliun itu. Kendati begitu, Nadia mengaku rencana anggaran itu masih dalam tahap diskusi Kementerian/Lembaga (K/L) di pemerintah.