Warga Korban Banjir: Hidup di Jakarta seperti Medan Tempur

CNN Indonesia
Selasa, 09 Feb 2021 06:12 WIB
Warga Pejaten Timur, Jaksel mengaku baru kali ini merasakan banjir dengan volume air yang begitu tinggi.
Banjir melanda sejumlah wilayah di DKI Jakarta hingga membuat warga mengungsi (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Maisaroh terbilang akrab dengan banjir. Tempat tinggalnya di bilangan Pejaten Timur, Jakarta Selatan kerap tergenang air.

Namun, banjir pada Sabtu lalu (7/2) adalah hal yang tidak biasa baginya. Kali ini, volume air begitu tinggi. Banjir yang tak sama seperti sebelumnya.

"Saya itu semalam pingsan mungkin karena kaget juga, takut juga liat air banyak banget. Saya panik," kata Maisaroh saat ditemui.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maisaroh mengaku ketinggian air hampir mencapai rumahnya yang dua tingkat. Maisaroh langsung ketakutan lantaran banjir selama ini tak pernah setinggi itu.

"Itu rumah saya kan dua tingkat, tingginya antara 7 atau 8 meter. Itu air tuh sampe sana berarti kan hampir 6 meteran lah malam itu," ucap Maisaroh.

Maisaroh tak mau lagi diselimuti ketakutan. Dia lalu memutuskan untuk mengungsi bersama suami saat air mulai turun.

Keputusan diambil karena cemas banjir kembali terjadi dengan ketinggian yang tidak biasa. Dia merasa lebih baik meninggalkan rumah terlebih dahulu daripada dibayangi kecemasan.

Maisaroh mengaku kaget bukan kepalang saat tempat tinggalnya di Pejaten Timur, Jakarta Selatan dilanda banjir denganvolume air yang sangat tinggi.Maisaroh mengaku kaget bukan kepalang saat tempat tinggalnya di Pejaten Timur, Jakarta Selatan dilanda banjir denganvolume air yang sangat tinggi. (CNN Indonesia/Yulia)

Lain dengan Maisaroh, Nurkholis, warga lainnya mengatakan, meski ketinggian air saat banjir Sabtu lalu (7/2) tergolong tak biasa, pria asal Tegal ini mengaku tidak panik.

Nurkholis sudah 20 tahun tinggal di Pejaten Timur. Setiap tahun, rumahnya selalu terendam banjir. Dia menganggap itu risiko yang harus dihadapi setiap Januari atau Februari.

"Hidup di Jakarta itu ya seperti di medan tempur," ucapnya.

Kendati demikian, Nurkholis tak pernah terpikir untuk pindah rumah. Dia punya kiat menghadapi banjir, sehingga panik tak pernah menyerang benak meski ujungnya harus mengungsi.

"Kalau ada peringatan di grup-grup WhatsApp gitu saya langsung siap-siap. Barang-barang sudah di ke atasin kalau mau banjir. Barang saya angkat-angkatin semua," kata dia.

Salah satu alasan Nurkholis tak mau pindah rumah adalah pertimbangan ekonomi. Oleh karena itu, dia hanya bisa berusaha atau antisipasi agar dirinya selamat, begitu juga barang-barangnya.

"Saya langsung ke sini (tempat lebih tinggi) dari Sabtu sebelum banjirnya parah. Soalnya kalau udah tinggi enggak bisa. Saya enggak bisa berenang soalnya," kata Nurkholis.

Sami, warga Pejaten Timur, punya pengalaman yang berbeda. Jika Nurkholis lekas mengungsi saat genangan air belum tinggi, Sami justru berenang menuju tempat pengungsian.

Warga Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Sami selalu bergegas memindahkan barang-barang ketika peringatan banjir sudah beredar di grup pesan singkat.Ketimbang menunggu bantuan datang, warga Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Sami menerjang banjir dengan berenang demi bisa menuju ke tempat yang lebih tinggi. (CNN Indonesia/Yulia)

Kala itu, volume air terus meninggi, sementara bantuan belum kunjung datang. Menunggu membuat Sami justru tidak tenang.

Walhasil, dia memutuskan untuk berenang meninggalkan rumahnya menuju tempat yang lebih tinggi. Sami merasa lebih baik demikian.

"Dari kemarin kan belum ada bantuan, belum ada yang datang ya saya berenang dari rumah," ujarnya.

Sami meninggalkan suami di rumah yang sibuk menyelamatkan barang-barang. Sang suami tak cemas meski Istrinya harus berenang menerjang banjir ke tempat yang lebih tinggi.

Keesokan harinya, Suami Sami baru menyusul ke tempat yang lebih tinggi.

"Kalau bapak baru ke sini," ucap Sami.

Warga Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Suherman mengaku tempat tinggalnya kerap dilanda banjir. Biasa mengungsi ke masjid, namun tak bisa lagi di tengah pandemi virus corona.Warga Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Suherman mengaku tempat tinggalnya kerap dilanda banjir. Biasa mengungsi ke masjid, namun tak bisa lagi di tengah pandemi virus corona. (CNN Indonesia/Yulia)

Nihil Posko

Sejumlah warga Pejaten Timur, Jakarta Selatan mengatakan bahwa selama ini tak pernah ada posko untuk membantu kalangan yang terdampak banjir.

Walhasil, warga jadi tidur di mana saja, termasuk di pelataran toko. Tak ada tenda pengungsian.

"Enggak pernah ada posko buat warga. Kalau malam ya kita tidur di rumah warga lain, tapi biasanya ya kita tidur depan toko aja ngemper," ujar Suherman, salah satu korban banjir.

Suherman mengatakan selama ini sebagian warga bisa mengungsi di Masjid Almakmur. Namun saat pandemi, petugas masjid tak memperbolehkan lagi.

"Enggak boleh soalnya takut kebersihannya mungkin ya sama lagi pandemi," ucapnya.

Meski posko untuk pengungsi tak selalu ada, dapur umum selalu didirikan ketika banjir melanda Pejaten Timur. Makanan disiapkan untuk warga terdampak banjir.

Akan tetapi, bantuan makanan dan minuman kerap kali terlambat datang.

"Paling ada posko buat makanan ya, itu juga sering enggak kebagian," ucap Suherman.

(yla/bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER