Data harian yang dirilis Satgas Penanganan Covid-19 memperlihatkan tambahan baru kasus virus corona di Indonesia selama empat hari terakhir mengalami penambahan 8 ribu kasus harian secara berturut-turut.
Rinciannya, 8 Februari dengan penambahan 8.242 kasus. Kemudian 9 Februari 8.700 kasus, 8.776 kasus pada 10 Februari, dan 8.435 kasus pada hari ini 11 Februari.
Meskipun demikian, Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo menilai penurunan kasus itu belum dapat disimpulkan secara dini sebagai tren penurunan kasus covid-19 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Windhu pun menyebut temuan itu belum dapat dikaitkan sebagai dampak intervensi vaksinasi ataupun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jilid I dan II. Ia melihat, penurunan itu terjadi karena jumlah tes risiko Covid-19 Indonesia masih fluktuatif.
"Semakin naik jumlah testing semakin banyak kasus, terus tiba-tiba anjlok tanggal 8 Februari karena hanya 28 ribu testing-nya. Jadi, kita sangat misleading kalau kita hanya melihat jumlah kasus baru yang dilaporkan. Jadi harus lihat jumlah testing," kata Windhu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (11/2).
"Kalau PPKM, vaksin, ya terlalu dini disimpulkan," imbuhnya.
Windhu pun membandingkan temuan-temuan kasus Covid di Indonesia pada dua pekan lalu yang rata-rata 11 ribu per hari. Temuan itu dipicu dengan jumlah tes yang masif, contohnya rekor 14.224 kasus pada (16/1) lalu dengan 45.358 jumlah tes harian.
Sedangkan bila menilik sebaran pemeriksaan pada periode 8-11 Februari dapat dilihat bahwa tes yang didapatkan rinciannya yakni 8 Februari 28.015 orang yang diperiksa. Kemudian 9 Februari 38.528, 10 Februari 41.053 orang, dan 11 Februari 38.401 orang.
"Jadi peningkatannya ya kalau testing naik ya jumlah kasus yang dilaporkan ikut naik sedikit," kata Windhu.
Senada, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai penurunan kasus baru dalam empat hari terakhir itu belum dapat disimpulkan sebab masih fluktuatif dan belum sistematis.
Masdalina menyebut vaksinasi tidak bisa dihitung sebagai dampak penurunan kasus covid-19, sebab sejauh ini belum mencapai 1 persen dari total vaksinasi 181,5 juta penduduk Indonesia.
"Bukan lah kalau vaksinasi atau malah PPKM, tidak pengaruh, belum ya," kata Masdalina.
Masdalina pun mengaku tren penurunan kasus Covid-19 baru dapat dilihat dalam periode setidaknya tiga pekan, tidak bisa hanya beberapa hari saja. Apalagi, menurutnya tingkat positivity rate di Indonesia masih tinggi dan melebihi ambang batas dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen. Ia pun mengingatkan, Indonesia sempat cetak rekor tertinggi pada (31/1) lalu dengan jumlah 36,18 persen.
"Positivity rate kita itu masih tinggi ya. Jadi jangan lah ya ngomongin penurunan kasus, nanti takutnya Gubernur, tokoh politik langsung lebay. Eh tahu-tahunya minggu depannya naik gila-gilaan misalnya," kata dia.
Masdalina pun mengingatkan baik kepada pemerintah dan warga agar tidak mengglorifikasi temuan-temuan 'keberhasilan' sesaat. Sebab menurutnya sudah sewajarnya Indonesia mulai mengencangkan strategi surveilans seperti tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) kala sudah dianggap banyak belajar selama 11 bulan pandemi terjadi.
Dihubungi terpisah, Direktur Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa fenomena penurunan kasus usai PPKM dan seiring berjalannya vaksinasi masih belum bisa disimpulkan.
"Masih terlalu dini ya. Kita tunggu saja analisa para ahli epidemiologi atau satgas," kata Nadia.
Nadia menjelaskan pihaknya masih berkoordinasi dan menunggu analisa para ahli kesehatan untuk menyimpulkan penurunan kasus covid-19 di tanah air dapat dikategorikan tren penurunan kasus atau belum.