ANALISIS

Geliat Revisi UU ITE Saat Kepuasan Publik ke Jokowi Turun

CNN Indonesia
Selasa, 16 Feb 2021 15:11 WIB
Pengamat politik menilai langkah Jokowi mengungkap wacana revisi UU ITE tak bisa dilepas dari pernyaataan sebelumnya: minta warga kritik pemerintah.
Presiden RI 2014-2019 Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

Bukan hanya aktivis HAM, dan oposisi saja yang membandingkan pernyataan Jokowi dengan UU ITE tersebut, mereka yang pernah bekerja bersamanya di dalam pemerintahan maupun sesama kader parpol yang menaungi pun mengkritisi.

Wakil Presiden RI yang mendampingi Jokowi pada 2009-2014 Jusuf Kalla (JK) bertanya tentang cara mengkritik pemerintah tanpa perlu diperkarakan ke polisi.

JK pun menyinggung pelaksanaan demokrasi belakang ini, terutama ihwal menyampaikan kritik terhadap pemerintah tanpa berujung panggilan polisi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beberapa hari lalu Bapak Presiden mengumumkan silakan kritik pemerintah. Tentu banyak yang ingin melihatnya bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi?," kata JK dalam agenda 'Mimbar Demokrasi Kebangsaan' yang digelar PKS pada Jumat (12/2).

Melihat hal tersebut, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, mendorong pemerintah untuk mengevaluasi muatan UU ITE.

Menurutnya, jika pemerintah mengharapkan kritik dari publik maka keberadaan regulasi-regulasi yang berpotensi menghambat kebebasan dalam mengkritik pemerintah, seperti UU ITE, harus dievaluasi.

"Kalau mau dikritik, pemerintah harus evaluasi regulasi yang justru menghambat warga ungkapkan kritiknya, kalau enggak sama saja," kata Nasir.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak langkah konkret Jokowi dengan memerintahkan Kapolri mencabut telegram rahasia (TR) terkait pemidanaan terhadap penghina presiden.

"Cabut Surat Telegram Kapolri yang tentang pasal penghinaan presiden," ujar Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/2).

Telegram Kapolri dimaksudkan Rivan adalah adalah bernomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020. Telegram itu berisi tentang penanganan perkara dan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19.

Menurut Rivan, Jokowi mestinya bertanggung jawab terhadap warga yang menjadi korban selama ini menjadi korban sipil. Baik karena UU ITE maupun oleh Surat Telegram Penghinaan Presiden.

"Jika presiden benar-benar meminta kritik keras, ia bisa memulainya dengan bertanggung jawab kepada orang-orang yang menjadi korban pembatasan kebebasan sipil," imbuhnya.

Jawaban demi jawaban pun disampaikan pihak Istana atas tuduhan memelihara pendengung berbayar atau kerap dipelesetkan BuzzerRp, hingga berlindung di balik UU ITE. Namun, jawaban-jawaban itu tak jadi panasea karena setidaknya dalam sepekan terakhir masih saja ada pelaporan menggunakan UU ITE.

Akhirnya, dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri pada awal pekan ini, Jokowi pun melontarkan wacana revisi UU ITE untuk menghapus sejumlah pasal karet alias yang bersifat multitafsir.

"Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," kata Jokowi dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/2).

Usai Rapim tersebut, dalam konferensi pers Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengakui bahwa pasal-pasal karet dalam UU ITE tersebut rawan digunakan untuk kriminalisasi. Lalu, pada Senin malam, Menko Polhukam Mahfud MD lewat media sosial Twitter milikna menyatakan pemerintah tengah mendiskusikan insiatif revisi UU ITE.

Juru Bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman menyatakan, alasan sang Kepala Negara tersebut dilontarkan usai mendengar berencana merevisi UU ITE berangkat dari kritik dan masukan pelbagai pihak.

"Presiden mendengarkan masukan berbagai pihak. Dari masyarakat, semuanya. Pada 2016 juga sudah ada revisi," kata Fadjroel saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (16/2).

Fadjroel lebih lanjut berharap, DPR dan masyarakat dapat menyambut baik political will dari Jokowi. Hal ini, kata dia, akan membuat revisi UU ITE lebih optimal.

Kendati demikian, Fadjroel tidak menjawab secara lugas ketika ditanya apakah pemerintah yang akan mengajukan revisi UU ITE.

"(Revisi UU ITE) Bisa usulan DPR, bisa usulan pemerintah," kata dia.

(mts/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER