Warga sipil bukan saja jadi korban peluru TNI, melainkan juga berisiko dibidik TPNPB-OPM. Menurut Michael, sebelum insiden tersebut, ada dua warga sipil yang tewas karena diduga ditembak TPNPB-OPM.
"Bonny Bagau, Rufinus Sani, kedua orang itu ditembak oleh pihak TPNPB-OPM Kodap VIII Intan Jaya. Katanya mata-mata yang dipasang oleh TNI-Polri," ungkap Michael.
Namun begitu informasi itu dibantah oleh Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom. Ia berdalih belum mengecek kabar tersebut. "Itu laporan belum dikonfirmasi," jawab Sebby melalui pesan pendek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebby pun emoh mengakui bahwa aksi pasukannya menimbulkan kecemasan bagi warga sipil. Menurut dia, ketakutan di sana terjadi karena pengerahan aparat yang berlebihan di kawasan tersebut.
"Warga takut karena kehadiran TNI Polri yang berlebihan, jadi Indonesia harus hentikan operasi militer di Intan Jaya, Papua. Itu adalah kunci, jadi pemerintah Indonesia harus bersedia duduk di meja perundingan bersama pimpinan TPNPB-OPM," tutur Sebby.
Michael pun menyayangkan konflik berkepanjangan antara dua kelompok TPNPB-OPM dengan TNI ujung-ujungnya menyeret warga sipil sebagai korban.
Dia mengungkapkan, TPNPB-OPM memang mengeluarkan surat pengumuman ketika hendak perang terbuka dengan TNI. Warga Intan Jaya juga diminta untuk keluar dari daerah itu. Tapi saat kontak senjata pecah, kenyataan di lapangan yang dihadapi warga selalu bakal lebih sulit.
"Mereka baku tembak itu di tempat masyarakat murni tinggal. Setelah mereka baku tembak, mereka [TPNPB-OPM] kabur, yang korban masyarakat sipil. Pada saat TNI-Polri mau balas, bukan kejar [TPNPB-OPM], tapi masyarakat ini yang ditembak, macam kemarin itu," ungkap Michael mengungkit kejadian yang terjadi pada tiga Bagau bersaudara.
Alhasil kini, warga pun terjebak di tengah konflik dua kelompok. Michael mengungkapkan dirinya dan warga lain merasa gusar karena serba salah. Tidak ada pilihan yang membuat warga benar-benar merasa aman dan terlindungi.
"Kami mau ke sebelah [membela pihak TPNPM-OPM] takut, mau ke sebelah [membela pihak TNI-Polri] juga takut, mau percaya pemerintah bupati juga takut. Karena salah satu contoh, bupati sudah mengamankan kami di tempat yang aman, di situ saja bisa dapat bunuh. Apa sekarang kami mau buat?" ucap dia lagi.
"Sekarang masyarakat Intan Jaya hidup dalam trauma dan ketakutan, dan memang tidak nyaman," sambung Michael.
Kecemasan Michael tidak tunggal, setidaknya ada ratusan warga yang merasakan hal serupa yang kini mengungsi di pastoran. Beberapa di antara pengungsi merupakan anak-anak dan orang berusia lanjut.
Ia menuturkan untuk sementara ini warga mendapatkan bantuan logistik yang cukup, tapi masih memerlukan obat-obatan. "Karena pengungsi ini banyak yang kena sakit. Mereka minta obat, karena anak kecil dan orang tua sakit, baku tumbuk di satu tempat," tutur Michael.
Kendati begitu Michael tak bisa menghitung pasti jumlah warga yang kini mengungsi. Ia hanya mengatakan, pada awal-awal masa mengungsi sempat memperkirakan ada lebih 300 warga.
"Banyak yang sudah lari saat penembakan itu. Kemungkinan 1.000 [orang] bisa lewat kalau kita hitung baik-baik," pungkas Michael.