Janji Sumur Resapan Anies Jauh Panggang dari Api
Banjir yang tergolong besar kembali melanda sejumlah wilayah DKI Jakarta pada 20-21 Februari lalu. BPBD DKI menyebut 193 RT terdampak banjir Jakarta, hingga membuat ribuan warga pergi ke pengungsian.
Meski mengklaim kini air lebih cepat surut, Gubernur Anies Baswedan tetap menjadi sorotan lantaran dinilai masih belum maksimal mencegah banjir. Konsep sumur resapan yang dulu digaungkan juga dipertanyakan karena tidak seperti yang diharapkan alias jauh panggang dari api.
Sumur Resapan
Dalam debat Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua, Anies pernah menyatakan bahwa air hujan perlu diserap ke dalam tanah. Bukan langsung dialirkan ke laut seperti yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Mengenai air, konsepnya adalah vertical drainage. Air hujan ini rahmah dari Allah, dari Tuhan. Rahmah yang diturunkan untuk dimasukkan ke bumi bukan sesegera mungkin dikirim ke laut," kata Anies di 2017 lalu.
Kala itu, Anies menyatakan bakal banyak membangun sumur resapan guna menghadapi banjir di Ibu Kota. Namun, ambisinya bagai padi ditanam, tumbuh ilalang.
Dengan masa jabat Anies yang tersisa tinggal kurang dari dua tahun, Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta mengklaim baru berhasil membuat 2.974 titik sumur resapan hingga Desember 2020. Sementara, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi PAN Zita Anjani menyebut baru ada 1.772 titik sumur resapan yang dibuat.
Jumlah tersebut jauh dari target yang dicanangkan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 menyatakan target pembangunan sumur resapan adalah 1,8 juta titik yang mulai dibuat pada 2020.
Jika dirinci, Pemprov DKI Jakarta ingin membuat 60 titik sumur resapan di setiap RT, sehingga total 82.020 sumur dari 1.367 RT di Jakarta Pusat, 364.620 sumur dari 6.077 RT di Jaksel, 311.940 sumur dari 5.199 RT di Jakbar dan 428.160 sumur dari 7.136 RT di Jaktim
"Harapan saya sebagai Ketua Komisi D, sampai jabatan selesai pak Anies (Gubernur DKI) di tahun 2022 sesuai dengan RPJMD-nya, karena RPJMD itu 1,8 juta (titik sumur resapan)," kata Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah pada September 2020 lalu.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juani Yusuf berdalih proses pembangunan sumur cenderung lama karena kendala di pihak ketiga.
"Kemarin kenapa lambat? Karena vendornya cuma dua. Nah sekarang lagi diproses vendornya itu, 100 vendor yang kita harapkan," kata dia ketika ditemui di Gedung DPRD DKI. Jakarta, Senin (22/2)
Tak Mujarab
Daya serap air tanah di DKI Jakarta sudah menyusut jauh karena masifnya pembangunan dan berkurangnya kawasan resapan air di DKI sendiri. Ketika hujan, air yang terserap hanya 3-27 persen. Sisanya terbuang ke wilayah perkotaan.
Dengan adanya sumur resapan, jika terjadi hujan deras, air akan tertampung melalui saluran yang mengalir ke sumur di lingkungan rumah warga dan bakal terserap ke tanah. Harapannya, saluran perkotaan tidak akan kewalahan menampung air hujan dan berujung banjir.
Misi sumur resapan disebut sangat dibutuhkan, karena kapasitas drainase kota hanya mampu menampung air dengan curah hujan maksimal 120 mm per hari. Pada tahun 2020 curah hujan tertinggi mencapai 377 mm per hari. Pada 18-19 Februari 2021 lalu, curah hujan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan termasuk ekstrem dengan 226 mm per hari.
Akan tetapi, misi pembuatan sumur resapan kalah cepat dibanding intensitas hujan yang meningkat setiap tahun karena krisis iklim. Hal itu disampaikan Manajer Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika.
Hindun menilai pembukaan Ruang Terbuka Hijau (THR) juga harus diperluas dalam skala besar. Tidak hanya pembuatan sumur resapan. Terlebih, target pembuatan sumur pun belum tercapai.
"Usaha terbesar seharusnya menambah persentase RTH, baik dari sisi hulu maupun hilir. Ini bisa jadi pangkal dari masalah banjir, karena catchment areanya rendah, air akan meluap," kata Hindun.
"Dan sekarang semua gubernur yang sudah terpilih pusing berpikir, mempercepat mengalirkan (air) ke laut atau mempercepat meresapkannya ke tanah," tuturnya kepada CNNIndonesia.com.
Ia mengatakan dampak dari pembangunan sumur resapan ala Anies belum bisa dibuktikan karena sampai saat ini target yang diwacanakan belum tercapai. Sementara Greenpeace mencatat RTH di Jakarta hanya mencakup kurang dari 10 persen wilayah daratan. Padahal, ruang hijau punya peran besar dalam meresap air hujan.
Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi berpendapat sumur resapan tak bisa diandalkan sebagai strategi pembasmi banjir. Peran sumur resapan hanya bisa menggantikan fungsi wilayah tangkapan air yang berkurang karena pembangunan.
Sumur tidak menyelesaikan masalah luapan air dari sungai maupun curah hujan ekstrem yang intensitasnya terus meningkat. Menurutnya, naturalisasi dan peningkatan sinergi antar pemerintah daerah di hulu dan hilir juga perlu digenjot.
"Masalah banjir Jakarta juga disebabkan oleh permasalahan di hulu. Misalnya kita sering dengar, wilayah Bogor. Kita tahu bahwa di wilayah hulu sudah lama mengalami alih fungsi kawasan hutan dan wilayah resapan air jadi perkebunan teh," jelasnya ketika dihubungi CNNIndonesia.com.