SE Kapolri Tak Cukup, YLBHI Tetap Desak Revisi UU ITE

CNN Indonesia
Selasa, 23 Feb 2021 14:26 WIB
SE Kapolri mengenai pedoman penanganan kasus UU ITE dianggap tak cukup untuk menyelesaikan masalah mendasar. Karena itu YLBHI mendesak revisi UU ITE.
Ketua YLBHI Asfinawati menilai SE Kapolri mengenai pedoman penanganan kasus UU ITE tak cukup untuk menyelesaikan masalah mendasar dalam beleid tersebut. Karena itu YLBHI tetap mendesak revisi UU ITE. (Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia --

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai penerbitan Surat Edaran Kapolri terkait pedoman penanganan kasus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tak cukup mampu menyelesaikan akar masalah beleid tersebut.

Ketua YLBHI Asfinawati mengungkapkan masih banyak problem mendasar yang dalam penerapannya tidak dapat diatur melalui surat edaran Kapolri. Terlebih, menurut dia SE Kapolri itu tak merincikan tafsiran polisi atas kasus-kasus yang berkaitan dengan UU ITE.

"Penerapan SE semacam ini kan tergantung polisi. Tapi masalah mendasar di Undang-undang [UUITE] kan gak bisa [terselesaikan]," tutur Asfinawati saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (23/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Itu sebab Asfin menegaskan, yang diperlukan saat ini adalah merevisi UU ITE. Alih-alih mengurai permasalahan dalam UU ITE secara utuh, SE Kapolri justru berpotensi bertolak belakang dengan sejumlah edaran yang pernah diterbitkan Kapolri terdahulu.

Salah satunya, Asfin mencontohkan, merujuk pada Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang penanganan ujaran kebencian (Hate Speech). Dalam beleid ini, Jenderal (Purn) Badrodin Haiti yang kala itu menjabat Kapolri memberikan panduan jeratan pasal-pasal yang dapat disematkan dalam perkara ujaran kebencian apabila tindakan preventif kepolisian tak berjalan baik.

"Lebih dari itu SE ini bertentangan dengan SE Kapolri tentang Hate Speech. Yang menyangkut SARA, tapi dalam SE itu dikatakan diutamakan mediasi juga. Jadi enggak baca yang sebelumnya ini," tutur Asfin.

"Artinya yang baru jadi bertentangan dengan yang lama," tambah dia lagi.

Karena itulah Asfin menekankan, permasalahan UU ITE tidak dapat dirampungkan hanya dengan menerbitkan SE Kapolri. Asfin kembali menegaskan, YLBHI tetap mendorong pemerintah untuk segera merevisi UU ITE demi penyelesaian pelbagai masalah mendasar payung hukum tersebut.

Dia pun mendorong agar penafsiran terkait penghinaan dan lainnya diatur secara jelas dalam aturan yang direvisi itu. Sehingga, tidak bergantung pada tafsir kepolisian.

"Surat Edaran kan kekuatan mengikatnya beda. Tidak seperti Undang-undang, ini bukan peraturan. Belum lagi, [soal] berita bohong ini absurd penerapannya," kata Asfin lagi.

Diketahui, kasus-kasus mengenai UU ITE belakangan ini menjadi sorotan lantaran sempat disentil oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat pimpinan (Rapim) TNI-Polri, Senin pekan kemarin. Presiden bahkan mengatakan bakal merevisi pasal-pasal karet di payung hukum itu.

Infografis Habis Kritik Terancam PenjaraInfografis Habis Kritik Terancam Penjara. (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun membentuk tim kajian UU ITE untuk mengidentifikasi pasal karet dalam aturan itu.

Tim kajian ini tertuang dalam Keputusan Menko Polhukam RI Nomor 22 tahun 2021 Tentang Tim Kajian UU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diteken Mahfud hari ini (22/2).

Sementara merespons perintah Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat edaran nomor SE/2/II/2021 pada 19 Februari 2021 lalu. Dalam edaran ini Kapolri Listyo menekankan agar kasus-kasus UU ITE dalam klasifikasi tertentu dapat mengedepankan ruang mediasi antar-pihak yang bersengketa.

Namun begitu Listyo juga menerbitkan Surat Telegram Nomor: ST/339/II/RES.1.1.1./2021. Dalam beleid itu tertulis, beberapa tindak pidana yang dianggap berpotensi memecah belah bangsa yakni yang mengandung unsur SARA, kebencian terhadap golongan atau agama dan diskriminasi ras dan etnis serta, penyebaran berita bohong tidak perlu mengedepankan restorative justice.

(mjo/nma)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER