Staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Safri mengaku pernah menerima sejumlah uang dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito terkait pengurusan izin ekspor benih lobster (benur). Suharjito sendiri telah berstatus terdakwa suap kasus izin ekspor benur.
"Suharjito waktu itu menitipkan uang kepada saya. Titipan aja tapi jumlahnya enggak tahu," kata Safri saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/2).
Safri mengatakan langsung menyerahkan uang tersebut kepada sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin. Ia mengklaim tak tahu motif pemberian uang tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir karena beliau [Suharjito] temannya Pak Menteri, ya, saya ambil, pak. Saya sampaikan ke Pak Amiril," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, jaksa penuntut KPK membacakan BAP Safri terkait arahan Edhy agar membantu perusahaan tertentu lolos mendapatkan izin ekspor benur.
"Saudara Edhy Prabowo memberi arahan kepada saya untuk membantu perusahaan tertentu agar proses perizinannya segera dilaksanakan. Betul itu?" kata jaksa membacakan BAP tersebut.
Safri membenarkan perihal arahan yang dimaksud. Namun, ia membantah soal penetapan izin ekspor benur hanya diberikan kepada perusahaan tertentu saja.
"[Perusahaan] secara umum, bukan tertentu. Seingat saya bukan [perusahaan] tertentu. Tapi kalau ada memang perusahaan ini yang menghubungi Pak Menteri tentang itu [izin] secara umum. Beliau mengatakan bahwa harus dibantu diproses," ujar Safri.
Jaksa lantas mencecar Safri seputar arahan yang disampaikan oleh Edhy. Safri menerangkan arahan selalu diberikan saat dirinya bertandang ke rumah dinas Edhy yang berada di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan.
"Biasa kalau ada pertemuan di Widya Chandra. Ketemu saya [beliau memberikan arahan]," katanya.
Suharjito didakwa telah menyuap Edhy Prabowo dengan US$103 ribu dan Rp706.055.440,00 guna mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budi daya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada PT DPPP.
Suharjito didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ryn/fra)