Aksi Hari Perempuan di Malang Ricuh, Demonstran Ditangkap
Aksi Hari Perempuan Sedunia yang digelar Aliansi Gerakan Perempuan Bersama Rakyat (Gempur) di Malang, Jawa Timur, dibubarkan aparat. Sejumlah massa aksi juga diamankan kepolisian karena kericuhan yang terjadi di tengah upaya pembubaran tersebut.
"Ada beberapa yang diamankan ke Polresta Malang terkait kegiatan mereka melakukan perusakan," kata Kabid Humas PoldaJatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/3).
Hal itu, kata Gatot, bermula saat massa Gempur, yang merupakan gabungan dari elemen Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), FRI West Papua dan elemen mahasiswa lainnya mengelar aksi unjuk rasa.
"Pukul 09.00 WIB massa dari Aliansi Gempur mulai berdatangan di titik kumpul Stadion Gajayana Jalan Semeru, Malang," katanya.
Berdasarkan laporan yang diterimanya, Gatot mengatakan pada pukul 09.20 WIB, massa mulai membagikan selebaran tuntutan aksi kepada pengguna jalan yang lewat sekitar stadion Gajayana Malang.
Lalu, lima belas menit setelahnya petugas dari Polres dan Satpol-PP Pemkot Malang mengimbau agar massa tidak melaksanakan kegiatan aksi unjuk rasa karena karena tidak ada surat pemberitahuan.
"Karena tidak ada surat pemberitahuan ke Polres Malang Kota, masih dalam pandemi Covid-19 dan Pemberlakuan PPKM Mikro juga," ujar Gatot.
Setelah mendapat imbauan itu, hingga pukul 09.40 WIB massa aksi ternyata tetap melakukan aksi dengan berorasi dan menggelar spanduk bertuliskan 'Hancurkan kapitalisme, sah kan RUU PKS & wujudkan kesejahteraan sosial berbasis gender'.
Akhirnya Kapolresta Malang Kota bersama Dandim 0833/Kota Malang, melalui mobil komando lalu meminta massa membubarkan diri dalam waktu 15 menit.
"Kami beri waktu 15 menit untuk menyampaikan aspirasi, setelah itu silahkan membubarkan diri dan kembali ketempat masing-masing. Apabila tidak segera membubarkan diri maka dengan terpaksa kami akan membubarkan demi keamanan dan kondusifitas Kota Malang," ujar Gatot menceritakan proses pembubaran.
Tak hanya itu, seorang peserta aksi, ternyata kedapatan membawa poster bertuliskan 'Tolak otsus jilid 2 solusinya referendum bagi West Papua' dan 'Tarik militer Indonesia dari seluruh tanah Papua'. Polisi menilai hal itu telah menyimpang dari tuntutan utama aksi Hari Perempuan.
Kericuhan pun terjadi ketika petugas berupaya membubarkan paksa setelah massa aksi tetap bersikeras menolak bubar.
Sejumlah orang dari massa aksi lalu diangkut ke atas truk polisi di Tlogosari. Namun, di tengah perjalanan dan berada di dalam truk Polresta Malang Kota, massa aksi kemudian diduga melakukan pengrusakan yakni menendang kaca truk hingga pecah.
"Atas kejadian tersebut, Kapolresta Malang Kota memerintahkan agar massa aksi dibawa ke Mako Polresta Malang Kota untuk dilakukan pemeriksaan. Adapun massa aksi yang diamankan diamankan berjumlah 21 orang," ujar Gatot.
Sementara itu, melalui keterangan resminya, Aliansi Gempur menegaskan berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, demonstrasi hanya cukup diajukan melalui pemberitahuan ke kepolisian. Mereka menyatakan pemberitahuan itu juga sudah dilakukan.
Tak hanya itu, soal dugaan pengrusakan kaca truk, Aliansi Gempur mengatakan hal itu adalah tindakan spontanitas dipicu dari tindakan represif aparat, yang diduga memukuli peserta aksi. Mereka lalu dimasukkan ke truk yang berbeda.
"[Karena khawatir] kawan-kawan yang berada di dalam truk dalmas yang mulai melaju itu menghentak-hentakkan kaki, meminta truk untuk dihentikan. Namun, truk tetap melaju sehingga salah seorang kawan yang ada di dalam truk secara spontan melempar sepatu ke kaca," demikian pernyataan Gempur.
Atas tindakan aparat tersebut, Gempur menyatakan mengecam represi pemberangusan demokrasi dan kesewenang-wenangan yang dilakukan aparat terhadap aksi massa yang memperingati hari perempuan internasional, juga mengecam pernyataan-pernyataan disinformasi dari pihak kepolisian.