Salah satu hal yang membuat pencarian dokumen fisik Supersemar sulit dilakukan hingga kini adalah para tokoh kunci yang mengetahui keberadaan surat perintah dari Bung Karno itu telah wafat, termasuk pula M Jusuf yang meninggal pada 2004 silam.
Sejarah mencatat M Jusuf sebagai salah satu dari tiga jenderal yang mendatangi Sukarno di Istana Bogor guna menyampaikan pesan Soeharto.
Sayangnya, pihak ANRI belum sempat melakukan wawancara dengan mantan anggota kabinet Dwikora itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus Santoso, salah satu pejabat ANRI yang pernah mengomandoi penelusuran surat sakti itu mengatakan terdapat empat tokoh yang menurutnya mengetahui persis keberadaan Supersemar.
Mereka adalah Soeharto, Menteri Sekretariat Negara 1972-1988 Sudharmono, Menteri Sekretariat Negara 1988-1998 Moerdiono dan Brigjen Budiono. Namun sayang, semua orang tersebut telah wafat.
Kontroversi mengenai perintah yang tertulis dalam surat itu belum terungkap kebenarannya. Selain itu, yang menjadi persoalan adalah perbedaan jumlah lembar surat tersebut. Beberapa versi sejarah mengatakan bahwa surat itu terdiri dari dua lembar. Sumber lainnya mengatakan satu.
Sejarawan Andi Achdian mengatakan hingga saat ini keberadaan Supersemar yang asli masih menjadi perdebatan. Versi Supersemar yang dimiliki ANRI tidak asli.
"Tapi orang sudah tahu, peristiwanya sendiri kan sudah cukup jelas," kata Andi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (10/3) sore.
Apa yang menjadi persoalan, kata Andi, adalah bunyi teks yang sebenarnya dari surat perintah itu. Sebab, dari teks tersebut muncul tafsir bahwa Soeharto diberikan wewenang penuh untuk mengendalikan keamanan oleh Sukarno.
"Yang menjadi kontroversi apakah sedalam itu," kata Andi.
Menurut Andi, keraguan atas keaslian Supersemar akan terus menimbulkan keraguan karena hanya terdapat naskah fotokopi. Pencarian naskah yang sebenarnya menjadi tugas sejarawan.
"Kalo sejarawan profesional akan bilang ya bermasalah sumbernya. Cuma gimana dapetnya, itu yang mau cerita tentang proses jadi redaksi Supersemar itu yang memang harus dikaji terus," tutur Andi.