Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azhar menilai mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman telah merusak nama baik lembaga peradilan tertinggi.
Hal itu disampaikannya merespons vonis 6 tahun penjara Nurhadi oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dalam pertimbangan putusan, hakim menilai Nurhadi telah berjasa dalam pengembangan dan kemajuan MA.
"Kalau menurut saya dia [Nurhadi] malah merusak nama Mahkamah Agung. Pendapat hakim itu salah kalau menurut saya," ujar Haris kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (12/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haris sependapat dengan langkah jaksa penuntut umum KPK yang langsung mengajukan banding usai mendengar vonis hakim. Menurutnya, pidana penjara 6 tahun bagi Nurhadi masih terlalu ringan.
"Karena kalau 6 tahun cuma setengah dari tuntutan, kan. Nanti dipotong masa tahanan, remisi, apa segala macam, nanti dihukum cuma berapa tahun," ujarnya.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai vonis 6 tahun penjara terhadap Nurhadi sangat melukai rasa keadilan masyarakat dan tidak akan memberikan efek jera.
"Putusan yang dijatuhkan berpihak pada terdakwa dan amat melukai rasa keadilan masyarakat. Selain itu, vonis tersebut juga akan membuat para mafia peradilan tidak akan pernah jera dan tetap akan melakukan praktik korupsi," katanya.
Kurnia berpendapat semestinya Nurhadi dihukum penjara seumur hidup lantaran menjadikan perkara sebagai bancakan korupsi. Terlebih, menurutnya, perbuatan kejahatan oleh Nurhadi telah meruntuhkan wibawa lembaga peradilan khususnya MA.
"Ia sangat layak untuk divonis penjara seumur hidup, denda Rp1 miliar, dan seluruh aset hasil kejahatan yang ia kuasai dirampas untuk negara," ujarnya.
Sebelumnya, Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono dijatuhi hukuman masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Kedua terdakwa terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp49.513.955.000,00 terkait pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Angka ini jauh berbeda dari dakwaan jaksa penuntut umum yang menilai Nurhadi dan Rezky telah menerima uang sekitar Rp83 miliar.
Sementara itu, pidana uang pengganti sebesar Rp83 miliar sebagaimana tuntutan jaksa tidak dikabulkan oleh majelis hakim. Hakim menilai uang suap dan gratifikasi tersebut tidak merugikan keuangan negara.
Jaksa KPK langsung menyatakan banding atas vonis Nurhadi dan Rezky yang lebih rendah dari tuntutan dan hukuman uang pengganti tak dikabulkan hakim.
(ryn/fra)