Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menduga Komisi IX DPR RI menekan atau mengintervensi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar segera menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) fase 2 terhadap Vaksin Nusantara.
Dugaan itu diungkapkan Pandu lewat akun media sosial Twitter miliknya, @drpriono1, Jumat (12/3).
Dalam cuitannya itu, Pandu turut mengunggah hasil rapat Komisi IX DPR dengan Menkes, Kepala BRIN, Kepala BPOM, Direktur LBM Eijkman, Tim Peneliti RSUP dr. Kariadi Semarang, dan mantan Menkes Terawan Agus Putranto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun menyoroti poin 2b hasil rapat tersebut yang menyatakan, 'BPOM untuk segera mengeluarkan PPUK fase 2 bagi kandidat Vaksin Nusantara agar penelitian ini dapat segera dituntaskan selambat-lambatnya tanggal 17 Maret 2021. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan tidak selesai, maka Komisi IX DPR akan membentuk tim mediasi untuk menyamakan persepsi dan pemahaman antara Tim Peneliti Vaksin Nusantara dan BPOM'.
Pandu pun menyampaikan bahwa tekanan terhadap proses uji klinis yang dilakukan BPOM terhadap Vaksin Nusantara sudah terjadi sejak Komisi IX DPR melakukan kunjungan kerja ke Rumah Sakit Kariadi, Semarang, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
"Sejak awal Vaksin Dendritik sudah bermasalah. Sejak kunjungan kerja komisi IX ke RS Karyadi, Raker yang prosesnya menekan BPOM, bisa dilihat hasil Rapat item 2b, jelas sekali ada tekanan dengan intervensi @BPOM_RI untuk menyetujui Uji Klinis Fase 2. Kita harus #DukungIndependensiBPOM," kata Pandu lewat Twitter.
Saat dihubungi, Pandu mengatakan Komisi IX DPR sudah melanggar kewenangan yang dimiliki. Menurutnya, DPR seharusnya menjaga independensi BPOM dalam melakukan proses uji klinis vaksin Covid-19
"DPR melanggar wewenang tidak boleh melakukan seperti itu. Dia harus menjaga independensi BPOM. Ada ada dengan DPR Komisi IX, sampai dipengaruhi Terawan sedemikian hebatnya," kata Pandu.
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melki Laka Lena, membantah dugaan Pandu tersebut. Ia menyatakan rapat yang digelar pihaknya berlangsung secara terbuka dan penuh dialektika.
Menurutnya, topik yang dibahas di rapat itu pun berlangsung kritis, objektif propornasional, dan tanpa unsur pemaksaan.
"Tidak ada yang dianggap memaksa atau dipaksa, terpaksa karena pembahasan sebuah dialog yang panjang berdialektika yang kritis tapi semua kesimpulan itu diterima disepakati dan diputuskan bersama-sama," kata Melki saat dimintai konfirmasi.
Dia pun meminta agar pengamat memberikan penilaian secara objektif dan jernih terhadap hasil rapat tersebut.
Jadi bagi yang tidak hadir atau yang menjadi pengamat sebaiknya menjadi pengamat yang objektif, dilihat baik-baik dengan jernih dan memberikan penilaian yang sesuai dengan apa yang menjadi fakta di lapangan.
Karena menurutnya, semua kesimpulan dalam rapat itu diambil atas kesepakatan bersama lewat proses dialektika yang kritis, dinamis, dan sesuai dengan substansi pembicaraan.
Melki menambahkan, semua pembahasan yang dilakukan dalam rapat tersebut dilakukan untuk kepentingan Indonesia, bukan kepentingan orang per orang, kelompok, atau lembaga tertentu.
"Ya itu yang kemarin Komisi IX lakukan untuk kepentingan bangsa dan negara. Jadi kami ingin mendorong BPOM," kata Melki.
(mts/ayp)