Menurut Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Negeri Jakarta Hafid Abbas, sekolah justru kelebihan 1,6 juta guru. Hal tersebut karena Indonesia memiliki 50 juta siswa dan 4 juta guru secara nasional. Artinya satu guru mengajar rata-rata 13 siswa.
"Sedangkan rasio internasional rata-rata (satu guru mengajar) 21, 22(siswa). Jadi dengan ini kelihatannya kita kelebihan 1,6 juta guru," ucap dia dalam kesempatan yang sama.
Hafid berpendapat seharusnya pemerintah tak perlu melakukan rekrutmen hingga 1 juta guru jika pengelolaan guru dilakukan dengan baik. Pasalnya, ia menilai jumlah guru tidak kurang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan yang terjadi saat ini pemerintah tidak dapat menempatkan guru dan tata kelola yang baik dan merata. Akhirnya, kekurangan guru seolah jadi persoalan.
Lebih lanjut, Hafid juga menyoroti penggunaan anggaran pendidikan yang menurutnya tidak efektif di Indonesia. Berdasarkan studi Bank Dunia, ia mengungkap Indonesia menggunakan 86 persen dari anggaran pendidikan hanya untuk kesejahteraan dan biaya pendukung kegiatan guru.
Bank Dunia menemukan di 32 kabupaten/kota penggunaan anggaran pendidikan untuk kesejahteraan guru mencapai 90 persen lebih. Artinya porsi yang digunakan untuk membiayai jalannya pendidikan dan peningkatan mutu sangat minim.
"Vietnam hanya menggunakan 42 persen (anggaran pendidikan) untuk kesejahteraan dan sisanya untuk anak-anak. Jadi kita serakah, tidak memberikan kue (anggaran) yang besar ini kepada anak. Finlandia 55 persen. Kita 90 persen. Kita mengurusi diri sendiri, tapi tidak mengurusi pendidikan," pungkasnya.
Jika jumlah guru ASN yang dibiayai APBN kemudian bertambah, Hafid menduga alokasi anggaran pendidikan yang digunakan untuk peningkatan mutu dan kualitas makin tergerus.
"Kalau ditambah lagi 1 juta mungkin lebih 100 persen APBN dari 20 persen kita hadiahkan ke guru honorer dan ASN. Lalu apa yang dinikmati untuk masa depan?," tambah dia.
Meski begitu, Hafid setuju jika rekrutmen 1 juta guru PPPK dijadikan solusi jangka pendek terkait pengelolaan guru. Namun ia menyarankan pemerintah juga perlu menciptakan kebijakan yang lebih solutif dan berlapis.
Sebelumnya, Komisi X DPR RI berkeras ingin guru honorer diangkat menjadi PPPK tanpa seleksi. Ini sesuai dengan tuntutan guru honorer dengan usia diatas 35 tahun.
Namun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menegaskan rekrutmen PPPK tidak mungkin bisa tanpa seleksi. Ia hanya memberikan bonus nilai seleksi bagi guru honorer yang sudah mengajar lebih dari tiga tahun, berusia di atas 40 tahun dan punya sertifikasi.
(fey/bmw)